Jakarta,Warta Global. id
Kriminalisasi terhadap advokat sering terjadi dan Pihak Kapolri tidak pernah memberi arahan kepada jajaran terkait perlindungan terhadap Profesi Advokat sehingga perlu menjadi perhatian serius setelah maraknya laporan polisi terhadap advokat, baik oleh pihak yang merasa dirugikan maupun oleh mantan kliennya sendiri. Padahal, dalam hubungan antara advokat dan klien secara hukum itu ranah Keperdataan dan telah sah terikat berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang syarat sahnya perjanjian, yang diperkuat dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Selain itu, Surat Kuasa melihat rujukan pada Pasal 1792 KUHPerdata, Surat Kuasa adalah suatu persetujuan di mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan dan dilindungi Hak Retensi berupa menerima Barang atau Uang juga Honorium.
Artinya, hubungan antara klien dan advokat merupakan konsensus hukum yang sah, tidak dapat diputuskan sepihak, apalagi dikriminalisasi dengan melaporkan kepihak Kepolisian hanya karena adanya ketidakpuasan.
Banyak contoh kasus di mana advokat menjadi korban kriminalisasi melalui laporan pidana oleh mantan klien atau masyarakat dan saat ini terjadi di Polda Bali, bahkan ketika advokat hanya menjalankan tugas profesionalnya.
Laporan ini diterima oleh SPKT POLDA BALI dan diproses dalam bentuk Laporan Polisi (LP), tanpa mempertimbangkan lebih dulu konteks hukum hubungan keperdataan antara advokat dan klien.
Sesuai ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
Advokat dijamin memiliki hak imunitas dalam menjalankan profesinya, yakni tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas tindakan profesionalnya, sepanjang dilakukan dengan itikad baik untuk kepentingan klien.
Perlindungan ini dipertegas kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013, yang menegaskan bahwa imunitas advokat merupakan bagian dari perlindungan konstitusional atas hak atas peradilan yang adil (fair trial) dan hak atas bantuan hukum.
Namun demikian, realitas di lapangan memperlihatkan adanya kecenderungan kriminalisasi terhadap advokat, di mana tindakan profesional advokat dipersepsikan keliru sebagai tindak pidana oleh pihak yang merasa tidak puas dengan proses hukum atau hasil akhirnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa advokat di Indonesia masih sangat rentan menjadi korban kriminalisasi ketika mereka seharusnya dilindungi dalam menjalankan peran profesinya.
Tanggapan Advokat Andar Situmorang : Pihak Penyidik Polda Bali Harus Lebih Bijak dan ,apabila, tidak Bijak maka akan berpotensi penyidik polda bali terancam pidana sengaja melakukan kejahatan jabatan dimaksud pasal 420KUHP.
Menanggapi fenomena ini, Advokat Andar Situmorang,
selaku advokat senior dan praktisi hukum nasional, menekankan pentingnya aparat penyidik polda bali sebagai penegak hukum memahami posisi advokat sebagai bagian integral dari sistem peradilan.
“Advokat dalam menjalankan tugasnya memiliki hak imunitas yang dijamin oleh undang-undang. Polisi, sebagai sesama aparat penegak hukum, seharusnya memahami bahwa laporan yang berkaitan dengan tugas advokat mesti dilihat dalam perspektif profesi, bukan langsung dipidana,” ujar Andar Situmorang dalam keterangannya, Sabtu (3/5/2025).
Advokat Andar Situmorang menilai kriminalisasi terhadap advokat bukan hanya merugikan profesi advokat, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk memperoleh pembelaan hukum maksimal.
“Kalau advokat dibatasi atau diintimidasi dengan ancaman laporan pidana, masyarakat yang mencari keadilan menjadi korban sesungguhnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Advokat Andar Situmorang menyatakan bahwa hubungan advokat dengan klien adalah konsensus hukum yang sah, termasuk soal kesepakatan biaya jasa hukum yang merupakan wujud dari kebebasan berkontrak.
“Jika seorang advokat mengerjakan kepentingan hukum klien, itu adalah konsensus. Masalah kesepakatan dana juga bagian dari hak kebebasan berkontrak.
Jika nanti ada perselisihan, penyelesaiannya tetap harus berdasarkan perjanjian, bukan dengan kriminalisasi. Jangan dipangkas prosedur hukum, tetap harus kita taati.
Aparat hukum juga harus peka dan peduli jangan malah melakukan kejahatan jabatan dimaksud pasal 420 KUHP dan Laporan pidana dari Pelapor bisa diancam Pasal 220 KUHP,” ujar Advokat Andar Situmorang.
Ia mengilustrasikan, “Ibarat seorang pasien di rumah sakit mengeluarkan biaya banyak untuk perawatan.
.
Namun apabila pasien tersebut meninggal dunia, tidak serta-merta dokter dianggap bersalah atau harus mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan. Sama halnya dalam dunia advokat; tidak semua hasil bisa sesuai keinginan klien, tetapi tugas advokat adalah berusaha maksimal berdasarkan hukum.”
Imunitas Advokat Adalah Pilar Keadilan
Advokat Andar Situmorang menegaskan ,"bahwa hak imunitas advokat bukan berarti membebaskan advokat dari akuntabilitas, melainkan untuk menjaga keseimbangan sistem peradilan.
“Imunitas bukan berarti advokat bebas berbuat sewenang-wenang, tapi advokat harus diberi ruang untuk membela kliennya tanpa takut dikriminalisasi. Tanpa perlindungan itu, advokat tidak bisa maksimal membela hak-hak rakyat,” katanya.
Dalam konteks ini, Advokat Andar Situmorang menyerukan seluruh aparat hukum untuk kembali ke prinsip dasar: bahwa profesi advokat adalah mitra strategis dalam penegakan hukum, bukan pihak yang harus dicurigai.
“Aparat penegak hukum harus menjadi garda terdepan memastikan advokat bekerja dengan aman, independen, dan profesional. Bila ini diabaikan, maka cita-cita negara hukum bisa runtuh dari dalam,” pungkasnya.
Penutup :
Kasus kriminalisasi terhadap advokat adalah ancaman nyata bagi demokrasi dan negara hukum.
Perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugasnya bukan hanya kewajiban moral, tetapi amanat konstitusional. Semua pihak harus bersinergi menjaga marwah profesi advokat demi terciptanya keadilan substantif bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Reporter H.Ranto)
No comments:
Post a Comment