
Warta Global, Pacitan - Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 yang digulirkan pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan kembali menuai polemik. Meski ditujukan untuk membantu pekerja bergaji rendah, ternyata tak sedikit pekerja yang sudah memenuhi semua syarat justru tidak menerima bantuan sepeser pun.
Seorang pekerja di salah satu instans di Pacitan, yang telah rutin dipotong iuran BPJS Ketenagakerjaan dan hanya bergaji Rp600.000 per bulan, mengaku kecewa karena tidak mendapatkan BSU yang mulai disalurkan awal Juli 2025.
“Secara logika, semua syarat sudah saya penuhi. Gaji kecil, BPJS aktif, tidak terima bantuan lain. Tapi saya malah tidak dapat. Yang jadi pertanyaan, BSU ini untuk siapa?” keluh AR, saat diwawancarai wartawan pada Kamis, 3 Juli 2025.
BSU 2025, yang nilainya tetap Rp600.000, ditujukan bagi pekerja dengan kriteria yang telah diatur dalam Permenaker No. 5 Tahun 2025, yakni:
1. WNI
2. Peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga Mei 2025
3. Gaji maksimal Rp3,5 juta atau sesuai UMP/UMK
4. Bukan penerima bansos lain seperti PKH, Kartu Prakerja, atau BPUM
5. Bekerja di sektor formal
6. Bukan ASN, TNI, atau Polri
Namun, meskipun syarat di atas sudah dipenuhi, nyatanya banyak sejumlah dari pekerja tetap tidak terdata sebagai penerima bantuan.
Pemerintah mengklaim proses pemeriksaan dan validasi dilakukan secara ketat. Namun minimnya transparansi dan akses aduan publik membuat banyak pekerja hanya bisa pasrah menerima kenyataan—bahwa mereka dianggap tak layak, padahal secara teknis layak.
Alih-alih menjadi penyelamat bagi mereka yang terdampak secara ekonomi, BSU kini dinilai lebih bersifat populis administratif, tidak sepenuhnya menyentuh akar persoalan kesejahteraan buruh.
Pekerja informal dan formal yang bergaji rendah merasa menjadi pihak yang kembali terpinggirkan oleh kebijakan yang di atas kertas terlihat adil, tapi di lapangan gagal menyalurkan keadilan sosial.
“Jika BPJS aktif, gaji kecil, dan bukan penerima bantuan lain saja tidak masuk daftar penerima, lalu siapa yang seharusnya menerima?" tanyanya.
Pemerintah perlu segera membuka jalur pengaduan resmi, memberi ruang klarifikasi bagi pekerja yang merasa dizalimi sistem distribusi. Jika tidak, maka BSU hanya akan menjadi proyek satu arah yang miskin pengawasan dan tidak pro-rakyat.(*)
Penulis : Iwan
No comments:
Post a Comment