PETI Kembali Beroperasi di Sungai Kapuas Sanggau: Hukum Dilecehkan, Lingkungan Dihancurkan - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Top Ads

Dirgahayu RI
🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

PETI Kembali Beroperasi di Sungai Kapuas Sanggau: Hukum Dilecehkan, Lingkungan Dihancurkan

Friday, October 17, 2025

WARTAGLOBAL.id, Sanggau, Kalbar — Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali menggema di aliran Sungai Kapuas, tepatnya di Desa Semerangkai, Kabupaten Sanggau. Suara raungan mesin dompeng menghantam keheningan alam, menandai kembalinya operasi tambang ilegal yang sudah lama menjadi “raja tanpa mahkota” di wilayah ini.

Ironisnya, hanya beberapa pekan setelah sempat viral dan menghilang sejenak dari permukaan, para pelaku PETI kini kembali beraksi tanpa rasa takut. Awak media kembali mengabadikan aktivitas tersebut, memperlihatkan bahwa hukum di Kalimantan Barat — sekali lagi — sedang dipermainkan.

“Mereka ini hanya istirahat sebentar kalau viral. Tapi dua-tiga hari kemudian, kembali beroperasi seperti biasa. Seolah kebal hukum,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Dugaan Bekingan Oknum & Matinya Penegakan Hukum

Masyarakat semakin geram karena dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH) dalam membekingi aktivitas ilegal ini semakin kuat. Nama-nama para cukong besar, koordinator lapangan, hingga penyalur bahan bakar subsidi yang digunakan untuk mesin tambang ilegal tersebut sudah lama menjadi rahasia umum di Sanggau.

Namun hingga kini, belum ada satu pun tindakan hukum nyata terhadap mereka.

Padahal, Kapolda Kalimantan Barat Irjen Pol Dr. Pipit Rismanto, S.I.K., M.H., sebelumnya telah menyatakan akan menindak tegas para pelaku PETI. Kini publik menanti: apakah pernyataan itu hanya omong kosong atau benar-benar akan dibuktikan?

Dampak Lingkungan: Sungai Rusak, Ekosistem Hancur

PETI bukan hanya persoalan hukum. Ini juga bencana ekologis yang mengancam kehidupan jangka panjang.

Pencemaran air: Aktivitas PETI menggunakan merkuri (Hg) dan sianida yang sangat berbahaya bagi air dan makhluk hidup di dalamnya. Sungai Kapuas, sebagai sumber kehidupan masyarakat, kini perlahan berubah menjadi racun.

Kerusakan ekosistem: Ikan-ikan mati, populasi biota sungai menurun drastis, dan rantai makanan terganggu.

Longsor dan kerusakan hutan: Area sekitar sungai dibabat tanpa kendali. Penambangan di tebing-tebing dan sempadan sungai menyebabkan erosi dan potensi banjir bandang.

Ancaman kesehatan: Masyarakat yang mengonsumsi air sungai atau ikan yang tercemar merkuri berisiko mengalami gangguan saraf, ginjal, bahkan cacat lahir pada anak-anak.


"Anak cucu kita nanti tidak akan mengenal ikan seluang, toman, atau baung, karena semua sudah punah oleh rakusnya manusia," ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

Pasal-Pasal Hukum yang Dilanggar

Berikut adalah sejumlah pasal dalam perundang-undangan Indonesia yang jelas-jelas dilanggar oleh aktivitas PETI ini:

1. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)

Pasal 158:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin (IUP, IUPK, atau SIPB) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”


2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 98 ayat (1):
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.”


3. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Pasal 50 ayat (3) huruf g:
“Setiap orang dilarang melakukan penambangan tanpa izin di kawasan hutan.”


4. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Penyalahgunaan BBM subsidi:
BBM subsidi yang digunakan untuk kegiatan PETI melanggar aturan pendistribusian BBM dan dapat dijerat dengan pidana penyalahgunaan BBM bersubsidi.

Tuntutan Masyarakat: Tangkap Cukongnya, Bukan Hanya Operator

Masyarakat Kalbar, khususnya warga Sanggau, sudah jenuh dengan pola penindakan yang hanya menyasar operator di lapangan. Para “aktor intelektual” di balik PETI — para cukong, pemodal, penyedia alat berat dan bahan bakar — justru tak tersentuh hukum.

“Kalau cuma tangkap buruh tambangnya, itu bukan penegakan hukum, tapi kamuflase,” tegas seorang aktivis lingkungan.


Desakan untuk Kapolda Kalbar dan Pemerintah Daerah

Kapolda Kalbar Irjen Pol Dr. Pipit Rismanto kini diuji. Apakah janji penegakan hukum benar-benar akan ditegakkan, atau justru membiarkan hukum diolok-olok oleh kepentingan uang?

Begitu juga dengan pemerintah daerah dan dinas lingkungan hidup. Ketika kerusakan lingkungan sudah terjadi, tidak cukup hanya dengan seminar dan himbauan — yang dibutuhkan adalah tindakan nyata.

---

Penutup: Suara Alam Semakin Lirih

Jika hukum tidak ditegakkan, jika suara rakyat diabaikan, dan jika lingkungan terus dirusak, maka bencana ekologis bukan sekadar kemungkinan — ia hanya tinggal menunggu waktu.

Sanggau tidak boleh menjadi contoh buruk bagi daerah lain. Saatnya negara hadir, bukan sekadar sebagai penonton, tapi sebagai pelindung rakyat dan lingkungan.[AZ]