
Jakarta, WartaGlobal. Id
04/08/2025
Di antara kabar-kabar politik yang makin dramatis, dari dinamika di sekitar MK yang menunjukkan ketegangan tajam antara independensi kelembagaan dengan tekanan politik, partai yang sibuk rebutan kursi sampai rakyat yang makin kelelahan mencari keadilan, beredar kabar yang menyegarkan dan diprakarsai oleh Wawasan Hukum Nusantara: Fakultas Hukum dan Bisnis Universitas Duta Bangsa (UDB) Surakarta sowan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam era kolaborasi lintas institusi yang kian krusial, kunjungan Fakultas Hukum dan Bisnis UDB Surakarta ke Mahkamah Konstitusi (MK) bukan sekadar agenda seremonial. Ini adalah peristiwa strategis yang mencerminkan semangat progresif dan transformasi pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Pertemuan ini, sebagaimana diberitakan oleh situs resmi MK (www.mkri.id), membawa napas baru bagi dunia akademik dan praksis hukum tanah air.
Dengan menggagas koordinasi Nota Kesepahaman antar-lembaga, kunjungan ini memvisualkan bagaimana institusi pendidikan tinggi tidak lagi hanya sebagai menara gading teoritis, melainkan menjadi mitra aktif dalam pembangunan hukum yang dinamis dan adaptif. MK, sebagai penjaga konstitusi dan pilar fundamental dalam sistem demokrasi Indonesia, kini membuka ruang dialog lebih intens dengan kampus-kampus yang memiliki visi serupa dalam menjaga supremasi konstitusi.
Fakultas Hukum dan Bisnis UDB Surakarta menegaskan komitmennya untuk mendekatkan mahasiswa dengan realitas hukum konstitusional, tidak hanya dari buku teks, tetapi juga dari ruang-ruang pengambilan keputusan yang sesungguhnya. Inisiatif ini layak diapresiasi, sebab membuka akses akademik ke jantung lembaga yudisial adalah langkah maju dalam mewujudkan pendidikan hukum yang kontekstual, responsif, dan berdampak.
Lebih dari itu, kolaborasi ini juga menjadi ruang aktualisasi nilai-nilai integritas, etika profesi, serta akuntabilitas publik yang harus melekat dalam setiap proses pembentukan insan hukum masa depan. Dengan hadir di MK, para dosen dan mahasiswa UDB tak hanya menyerap wawasan struktural dan fungsional lembaga tersebut, tetapi juga belajar langsung dari sumber pertama tentang bagaimana konstitusi bekerja dalam bingkai tantangan zaman.
Perjalanan ini bukan tentang rombongan studi banding yang sekadar foto-foto di depan gedung megah dan lalu pulang dengan baju seragam yang sudah kusut. Ini tentang koordinasi strategis untuk menjalin nota kesepahaman antar-lembaga. Sebuah langkah konkret agar kampus tidak hanya sibuk memproduksi skripsi, tapi juga koneksi dengan lembaga-lembaga negara, langsung ke jantungnya: Mahkamah Konstitusi.
Langkah ini layaknya seperti oase di tengah padang gurun kurikulum yang kadang terlalu textbook dan jauh dari realitas. MK itu bukan mitos atau materi pasal-pasal hafalan semata. Ia nyata, hidup, dan setiap keputusannya bisa mengguncang arah demokrasi negeri ini. Maka ketika dosen dan mahasiswa UDB berani mendekat, berdialog, bahkan bersinergi, ini pertanda bahwa dunia akademik tak ingin hanya jadi komentator dari pinggir lapangan.
Seperti yang umum diketahui, idealisme mahasiswa hukum terkadang bisa luntur di tengah panasnya praktik hukum di dunia nyata. Tapi kunjungan seperti ini bisa jadi suplemen moral. Jika hanya belajar hukum dari PPT dan buku ajar, lalu kapan mahasiswa tahu bahwa menjaga konstitusi itu bukan cuma tugas hakim, tapi panggilan nurani setiap warga negara?
Kampus memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi sarjana hukum yang tidak hanya memahami teks, tetapi juga mampu membaca konteks. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi menyediakan medan belajar yang kaya akan nilai-nilai konstitusional, keadilan substantif, serta dinamika pertarungan tafsir hukum dalam bingkai demokrasi.
Langkah UDB tidak hanya menggugah semangat transformasi pendidikan hukum, tetapi juga memperluas ruang belajar mahasiswa untuk lebih memahami peran lembaga-lembaga negara secara empiris. Hal ini penting, mengingat tantangan penegakan hukum di Indonesia kini tidak sekadar menyangkut keterampilan teknis, tetapi juga integritas moral, kecakapan etis, dan keberanian berpikir kritis. Jika dioptimalkan, sinergi ini dapat menjadi prototipe kolaborasi ideal antara lembaga yudikatif dan dunia pendidikan.
Finally, kunjungan ini bukan sekadar catatan agenda, tetapi momentum bersejarah. Ia menandai titik temu antara teori dan praktik, antara kampus dan lembaga negara, antara generasi pembelajar dan pemangku kebijakan. Langkah UDB ini patut dijadikan preseden bagi kampus lain dalam merumuskan strategi pendidikan hukum yang visioner, inklusif, dan kontributif terhadap pembangunan hukum nasional yang berkeadilan.
Sumber
(* drg E Susanty Tahir, MH, staff dosen UDB Surakarta, staffsus bidang Kedokteran Wawasan Hukum Nusantara, Law Legium Master Asean University International Malaysia)
No comments:
Post a Comment