
Jayapura 27/11/2025, WartaGlobal. Id
Ambisi penguasaan kekayaan sumber daya alam (SDA) di Papua telah terjadi jauh sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969, dengan pendekatan militeristik yang menimbulkan penderitaan panjang bagi masyarakat asli Papua.
Konflik berkepanjangan ini menimbulkan korban dari berbagai pihak, termasuk tokoh dan petugas gereja.
Menurut Dr. A.G. Socratez Yoman, Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP), sejak penguasaan wilayah Papua didukung kepentingan kapitalisme global, khususnya kontrak kerja PT Freeport McMoRan dengan rezim Soeharto tahun 1967, beragam tragedi kemanusiaan telah terjadi. Penembakan dan kekerasan di areal tambang emas terbesar dunia ini, di Tembagapura, Mimika, menjadi simbol kekerasan berkelanjutan yang merugikan penduduk asli, karyawan perusahaan, dan aparat keamanan.Kasus kekerasan terhadap tokoh gereja menjadi gambaran nyata konflik yang terjadi.
Sejak 2004 hingga 2020, tiga pendeta tewas akibat operasi militer, yakni Pendeta Elisa Tabuni (2004), Pendeta Geyimin Nirigi (2018), dan Pendeta Yeremia Zanambani (2020). Pendeta Yeremia, Ketua Sekolah Teologi Atas (STA) di Hitadipa dan penerjemah Alkitab bahasa Moni, tewas saat TNI menggelar operasi militer di Intan Jaya. Ratusan jemaat terpaksa mengungsi menyelamatkan diri dari konflik.


Kematian para pendeta ini memicu ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia, terutama dalam upaya penyelidikan dan penegakan keadilan. PGBWP menolak tim investigasi kematian Pendeta Yeremia yang dibentuk pemerintah, dengan alasan ketidakindependenan karena pelaku berasal dari aparat negara.
Amnesty International mencatat antara 2018 dan 2020 terjadi 47 kasus pembunuhan di luar hukum dengan 96 korban jiwa di Papua.
Banyak kasus belum ditangani secara transparan dan adil, di tengah kegagalan negara memenuhi kewajiban hak asasi manusia di wilayah tersebut.
Konflik ini terus mencerminkan kehadiran kekerasan dan politisasi kekayaan alam Papua yang menyengsarakan penduduk asli, sekaligus meminggirkan aspirasi mereka secara politik, ekonomi, dan sosial.
Sumber :
. A.G. Socratez Yoman