Jakarta, WartaGlobal.Id – Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan ketahanannya. Pada perdagangan Senin (1/9/2025), rupiah ditutup menguat 0,45% di level Rp16.410 per dolar Amerika Serikat (AS), setelah sempat dibuka pada Rp16.450 per dolar. Penguatan ini sekaligus menjadi pembalikan arah setelah pekan lalu rupiah tertekan oleh gelombang demonstrasi yang mewarnai sejumlah daerah di Tanah Air.
Sepekan sebelumnya, rupiah sempat anjlok hingga melemah 0,89% ke posisi Rp16.485 per dolar, pelemahan harian terdalam dalam empat bulan terakhir. Namun, stabilisasi cepat pada awal pekan ini menunjukkan kombinasi faktor domestik dan eksternal yang mendorong kembalinya kepercayaan pasar.
Intervensi Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu penopang utama. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menegaskan bank sentral tidak tinggal diam. “BI terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi, termasuk intervensi NDF di pasar off-shore, intervensi spot di pasar domestik, DNDF, serta pembelian SBN di pasar sekunder,” ujar Erwin. BI juga menjaga likuiditas perbankan melalui repo, FX swap, hingga lending facility.
Selain faktor domestik, rupiah mendapat dorongan dari pelemahan dolar AS. Indeks dolar (DXY) pada Senin sore melemah 0,12% ke 97,65, memperpanjang tren negatif dua hari terakhir. Pasar tengah menunggu data tenaga kerja AS yang akan menentukan besaran pemangkasan suku bunga The Fed pada FOMC September. Ketidakpastian politik di Washington, mulai dari upaya Presiden Donald Trump memecat Gubernur Fed Lisa Cook hingga sengketa tarif impor, semakin menekan dolar.
Fundamental ekonomi dalam negeri juga ikut menopang. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Juli 2025 sebesar US$4,18 miliar, dengan akumulasi surplus Januari–Juli mencapai US$23,65 miliar. Kinerja ekspor nonmigas yang solid, terutama ke AS, India, dan Filipina, menjaga keyakinan investor pada daya tahan ekonomi Indonesia.
Meski aksi demonstrasi masih berlangsung di beberapa wilayah, pasar menilai stabilitas rupiah tetap terjaga. “Kinerja ekspor nonmigas menjadi pendorong utama, sehingga neraca perdagangan tetap mampu mencatatkan surplus yang solid,” tegas Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini.
Warta Global Ekonomo