Dua Bayangan di Belakang Prabowo: Sjafrie Sjamsoeddin dan Sufmi Dasco Ahmad dalam Pertarungan Narasi Kekuasaan. - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Top Ads

Dirgahayu RI
🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

Dua Bayangan di Belakang Prabowo: Sjafrie Sjamsoeddin dan Sufmi Dasco Ahmad dalam Pertarungan Narasi Kekuasaan.

Monday, October 27, 2025

Dua Pelindung Prabawo Subianto, yangs setia mengawal kebijakan pemerintahan.

Jakarta, WartaGlobal.id - Dalam beberapa pekan terakhir, denyut politik Jakarta mulai bergetar di sekitar satu nama: Sjafrie Sjamsoeddin. Penunjukannya sebagai pejabat ad interim di Kemenko Polhukam bukan sekadar formalitas birokratis. Ia menandai perubahan arah komunikasi politik Presiden Prabowo Subianto - dari ruang partai menuju ruang negara.

Selama ini, komunikasi politik pemerintahan banyak disalurkan melalui Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR RI. Dasco memainkan peran strategis sebagai penghubung antara elite partai, parlemen, dan eksekutif. Ia adalah juru tafsir “bahasa partai” ke “bahasa istana”, menjaga keseimbangan antara kepentingan politik dan kebijakan pemerintahan.

Namun kini, dengan kehadiran Sjafrie, peta komunikasi politik tampak mulai ditata ulang.

Loyalitas Militer dan Kepercayaan Politik

Sjafrie bukan sekadar birokrat senior. Ia perwira tempaan Kopassus, mantan Sekjen Kemenhan, dan figur yang sudah lama berdiri di sisi Prabowo. Hubungan keduanya bukan hubungan politik biasa, melainkan relasi berbasis loyalitas militer dan kepercayaan penuh. Dalam sistem kekuasaan yang menuntut kendali dan disiplin narasi, loyalitas semacam ini menjadi aset langka.

Ketika Prabowo menempatkan Sjafrie di posisi koordinatif bidang politik, hukum, dan keamanan, pesan yang tersirat jelas: komunikasi politik tak lagi semata urusan partai, tapi urusan negara. Artinya, Presiden sedang membangun pusat kendali narasi yang tidak bergantung pada kalkulasi politik partai, melainkan pada disiplin dan keseragaman arah pemerintahan.

Namun langkah ini juga membuka tafsir baru - apakah Prabowo tengah menciptakan keseimbangan atau justru ketegangan di antara dua poros kekuasaan: poros birokrasi-militer di bawah Sjafrie dan poros politik-parlemen di bawah Dasco?

Antara Keseimbangan dan Kompetisi

Secara normatif, pergeseran fungsi komunikasi dari partai ke birokrasi merupakan bentuk normalisasi kekuasaan. Seorang kepala pemerintahan memang memerlukan struktur komunikasi yang berorientasi negara. Tapi di ruang politik, perubahan semacam ini jarang berjalan tanpa gesekan.

Dasco dikenal sebagai operator lapangan yang luwes, dengan pengaruh besar di DPR dan di lingkar partai. Sementara Sjafrie, dengan gaya militeristik dan pendekatan sistemik, berpotensi membawa warna baru: lebih disiplin, lebih tertutup, namun lebih terkendali.

Keduanya bisa menjadi duet yang saling melengkapi - jika komunikasi mereka sinkron. Tapi bila ego politik dan gaya kerja berbeda, publik akan menyaksikan pertarungan senyap antara “bahasa politik” dan “bahasa komando”.

Arah Baru Komunikasi Istana

Prabowo dikenal menata kekuasaan dengan logika struktur dan garis komando. Dalam konteks itu, kemunculan Sjafrie bisa dibaca sebagai upaya membangun “pusat kendali tunggal” atas komunikasi politik dan keamanan narasi pemerintahan.

Sjafrie bukan sekadar penyampai pesan, melainkan penjaga arah - memastikan setiap pernyataan, kebijakan, dan langkah politik Presiden memiliki keseragaman makna dan tujuan. Sementara Dasco, dengan basis partai dan parlemen, tetap menjadi operator lapangan yang mengamankan dukungan politik bagi kebijakan pemerintah.

Jika keduanya dapat bekerja dalam harmoni, stabilitas politik akan lebih kokoh. Tapi bila koordinasi melemah, publik akan melihat gejala baru: komunikasi kekuasaan yang terbelah antara dua pusat pengaruh.

Bayangan Baru Komunikasi Politik Prabowo

Tidak ada pernyataan resmi bahwa Sjafrie menggantikan Dasco. Namun pola dan arah komunikasi yang kini muncul menunjukkan bahwa Presiden Prabowo tengah membangun sistem baru - sistem yang lebih terpusat, lebih terkontrol, dan lebih berkarakter militer dalam disiplin narasi.

Apakah ini bagian dari strategi besar konsolidasi kekuasaan, atau sekadar penyesuaian birokratis jelang pembentukan kabinet definitif? Waktu akan menjawab.

Yang jelas, setiap perubahan komunikasi politik di era Prabowo bukan sekadar soal siapa yang berbicara, tetapi siapa yang mengendalikan arah pembicaraan itu.

“Dalam politik, komunikasi bukan hanya soal kata-kata,” ujar seorang analis politik senior di Jakarta. “Ia adalah soal siapa yang dipercaya untuk menjaga makna di balik setiap kata Presiden.”