Moeflich H. Hart : Jokowi dan Kepekaan Kelas Menengah Indonesia - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Top Ads

Halaman Iklan Di SINI

Berita Update Terbaru

logoblog

Moeflich H. Hart : Jokowi dan Kepekaan Kelas Menengah Indonesia

Sunday, August 3, 2025
 

Jakarta, WartaGlobal. Id
Refleksi ini adalah catatan tambahan atas tulisan Manuel Kaisiepo atas ulasan buku di bawah ini. Banyak sekali orang tertipu, berjumlah 50% lebih dari rakyat Indonesia. Lucunya, para sarjana, orang terdidik, kelas menengah, kaum intelektual, doktor, profesor, tertipu oleh korban manipulasi citra. 

Pikiran mereka sederhana: Sipil!! Dan di dua Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo kalah karena Jokowi dari kalangan sipil yang merakyat dan Prabowo dari militer. Sipil akan membawa perubahan signifikan dan militer akan memerintahkan dengan otoriter. 

Betapa kaku dan simplistisnya teori ilmu politik yang kemudian membingkai cara berpikir soal membaca karakter, kapasitas individu dan kriteria kepemimpinan negara. Padahal sebelumnya SBY juga militer tapi justru sangat demokratis. 

10 tahun, terutama di periode kedua, sebagian kecil warga 50% lebih itu baru sadar aslinya kualitas Jokowi, padahal di awal pencalonan Pilpres 2014 saja, sudah kelihatan kapasitasnya yang tak memadai dalam berbagai kriteria kepemimpinan nasional: Wibawa yang lemah, wajah ndeso alias "tak memadai" untuk pemimpin negara, pengalaman kepemimpinan yang minim dan tak tuntas (loncat-loncat dari walikota, ke gubernur, ke presiden), pergaulan internasional yang miskin, bahasa asing yang lemah, memalukan dan banyak dilecehkan rakyat, pengetahuan yang tak memadai dengan simbol-simbol ucapan seperti: "Ya ndak tahu, kok tanya saya," "bukan urusan saya," dll. Pelanggarannya HAM yang banyak yang kini mulai dibongkar lagi. Belum kedustaan-kedustaan yang sudah banyak dibicarakan rakyat. Sekarang terus dibongkar dan menjadi kegaduhan nasional tentang keaslian ijazahnya melalui digital forensik yang sulit dibantah.

Akhirnya terbukti, yang Jokowi punya hanya tiga: Ambisi kekuasaannya yang sangat besar, kemampuannya merusak konstitusi dan demokrasi serta memecah belah masyarakat pada dua kubu, pro dan kontra, yang hingga kini sulit didamaikan.

Beberapa Tokoh yang Sadar 

Pada periode kedua dan setelah lengsernya, mulailah beberapa tokoh dari lapisan sarjana, kelas menengah, seniman dan intelektual banyak yang sadar walaupun terlambat, betapa salah besar mendukung Jokowi. 

Banyak tokoh² non-politisi yang asalnya jokower bahkan fanatik, lalu sadar, berubah dan berbalik jadi banyak mengkritiknya. Bagi saya, bagian ini yang menarik. Lumayan walaupun sadarnya terlambat, karena bagusnya sadarnya itu dari awal sehingga negara dan konstitusi tak akan serusak sekarang. Mereka yang kemudian sadar ini banyak, diantara para tokoh diantaranya:

1. Iwan Fals
2. Faisal Basri, ekonom.
3. Prof. Azyumardi Azra 
4. Prof. Saiful Mujani
5. Prof. Ikrar Nusa Bakti
6. Goenawan Mohammad
7. Islah Bahrawi 
8. Dll, silahkan tambahkan yang lain. 

Sadar dan berubahnya macam-macam. Ada yang sadar dari kepolosannya melihat kualitas manusia, ada yang sadar dari terjebak oleh penampilan dan korban propaganda kesederhanaan, ada yang sadar dari introspeksi dan perenungannya, ada yang sadar dari menemukan fakta-fakta ternyata tak sesuai pikirannya semula kemudian menyadari ternyata dukungannya salah, ada yang dari prediksi ilmu pengetahuan ilmu politiknya tentang kepemimpinan sipil-militer, dan juga ada yang karena kecewa gak dipakai lagi ketika Jokowi masih berkuasa.

Khusus dalam konteks ilmu pengetahuan sosial politik, rupanya kelas menengah terdidik kita masih lemah kemampuannya dalam membaca kualitas manusia terutama dalam melihat calon pemimpin negara. Faktor terpilihnya Jokowi dua periode memang banyak faktor tapi dukungan kelas menengah terpelajar, bahkan fanatik, itu yang bagi saya menyedihkan. Ini menyisakan persoalan yang menarik untuk didiskusikan dan dibahas dalam topik diskusi "ilmu sosial politik modern dan kepekaan manusia." 😊☕🚬

No comments:

Post a Comment