![]() |
Walikota Prabumulih Arlan (kanan foto berbaju putih) saat konferensi pers di Kantor Itjen Kementerian Dalam Negeri RI, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025). |
Jakarta, WartaGlobal.Id – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun tangan langsung menangani kasus pencopotan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, oleh Walikota Prabumulih, Arlan. Langkah ini dinilai tidak lazim karena biasanya penanganan pelanggaran kepala daerah dilakukan secara berjenjang melalui Gubernur Sumatera Selatan.
Inspektur Jenderal Kemendagri, Irjen Pol Sang Made Mahendra, menegaskan pengambilalihan kasus ini merupakan bentuk mitigasi pemerintah pusat untuk menjaga tata kelola pemerintahan tetap berada pada koridor hukum. “Ini dalam rangka mitigasi, dalam rangka mitigasi,” ujarnya di Kantor Itjen Kemendagri, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).
Teguran Tertulis sebagai Sanksi Berat
Mahendra menyatakan, Walikota Arlan telah melanggar ketentuan hukum terkait pemberhentian kepala sekolah. Atas pelanggaran itu, Kemendagri menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis. Menurut Mahendra, meski terlihat sederhana, sanksi teguran tertulis memiliki konsekuensi serius. “Kalau pelanggaran seperti ini, teguran tertulis. Itu sudah bagi seorang pejabat publik. Berat itu. Itu jadi catatan karier. Ya, saya tentu sebagai seorang pejabat pemerintahan tidak mau sanksi apapun menodai perjalanan karier,” ungkapnya.
Teguran ini, lanjut Mahendra, sekaligus menjadi peringatan keras bagi seluruh kepala daerah agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan, khususnya yang menyangkut jabatan struktural di bawahnya. “Sebagai seorang kepala daerah, selaku pejabat pemerintahan, wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Pelanggaran Prosedur Pemberhentian
Kemendagri menilai, pencopotan Roni Ardiansyah tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Mutasi tersebut bertentangan dengan Pasal 28 Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Selain itu, mekanisme pemberhentian juga tidak dilakukan melalui aplikasi SIM KSP-SPK (Sistem Informasi Manajemen Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan), yang menjadi prosedur baku pengelolaan jabatan kepala sekolah.
“Mutasi atau pemindahan jabatan saudara Roni Ardiansyah tidak sesuai ketentuan. Itu pelanggaran serius,” tegas Mahendra.
Motif Pencopotan yang Menggelikan
Kasus ini bermula ketika Arlan mencopot Roni setelah anaknya tidak bisa diantar masuk hingga ke lapangan sekolah saat hujan deras. Alasan personal itu sontak memicu gelombang kritik publik, apalagi setelah beredar video dukungan terhadap Roni yang viral di media sosial. Publik menilai tindakan Arlan tidak hanya menyalahgunakan wewenang, tetapi juga mencederai integritas jabatan publik.
Arlan sempat bertahan dengan keputusannya, namun akhirnya meminta maaf dan membatalkan pencopotan setelah tekanan publik semakin meluas. Namun, langkah mundur Arlan tidak cukup untuk menghapus jejak pelanggaran administratif yang sudah terjadi.
Sanksi teguran tertulis yang dijatuhkan Kemendagri kepada Walikota Prabumulih menjadi preseden penting. Pemerintah pusat menegaskan bahwa setiap kepala daerah wajib tunduk pada mekanisme hukum yang berlaku, bukan bertindak atas dasar kepentingan pribadi.
“Ini akan jadi contoh bagi seluruh kepala daerah agar tidak semena-mena dalam menggunakan kewenangannya. Teguran tertulis adalah sanksi berat, karena akan tercatat dalam perjalanan karier seorang pejabat publik,” kata Mahendra menutup pernyataannya.
Redaksi