Jakarta, WartaGlobal.Id – Jurnalis senior Najwa Shihab kembali menyoroti problem transparansi di tubuh parlemen, terutama terkait sumber pendapatan anggota DPR yang selama ini tak sepenuhnya terbuka pada publik. Ia menilai, terlalu banyak peristiwa politik di negeri ini berakhir misterius tanpa kejelasan, membuat masyarakat hanya disuguhi spekulasi tanpa kepastian.
“Udah terlalu sering nih kita ada peristiwa di negeri ini yang berakhir dengan misteri. Semoga kali ini bisa lebih transparan, karena itu inti dari tuntutan publik: transparansi, reformasi, dan empati,” ujar Najwa dalam pernyataannya menanggapi isu pemangkasan gaji DPR, Senin (13/10/2025).
Najwa menegaskan bahwa gerakan publik 17+8 yang muncul sebagai simbol desakan perubahan seharusnya diarahkan pada reformasi nyata dalam tubuh parlemen, bukan sekadar pada isu gaji. Ia menilai pemotongan gaji DPR menjadi sekitar Rp75 juta per bulan hanyalah langkah kosmetik yang tak menyentuh akar persoalan.
“Aku enggak ada masalah kalian mau digaji berapa asal kalian kerja benar. Tapi kalau publik cuma puas dengan pemotongan gaji, menurutku kita sudah kalah di situ,” tegasnya.
Menurut Najwa, isu yang jauh lebih penting adalah pengawasan terhadap dana reses DPR — anggaran yang seharusnya digunakan untuk kegiatan anggota dewan di daerah pemilihan. Berdasarkan catatannya, total dana reses DPR mencapai Rp2,46 triliun per tahun, atau setara Rp2,5–4 miliar per anggota. Namun, penggunaan dana tersebut tidak pernah disertai laporan publik yang transparan.
“Dana reses itu enggak pernah ada pertanggungjawaban ke publik. Padahal jumlahnya miliaran rupiah per anggota. Itu yang harus diawasi, bukan hanya gajinya,” ungkap Najwa.
Najwa juga menyoroti dalih klasik anggota dewan bahwa dana besar dibutuhkan untuk “biaya turun ke daerah” karena masyarakat masih sering meminta bantuan uang. Menurutnya, alasan tersebut justru memperlihatkan lemahnya sistem dan minimnya transparansi dalam pengelolaan keuangan lembaga negara.
“Kalau masyarakat masih minta uang, berarti sistemnya yang harus dibenahi. Transparansi itu bukan cuma soal angka, tapi soal kepercayaan,” tambahnya.
Bagi Najwa, inti dari reformasi politik adalah kejujuran dalam mengelola dana publik. Ia menekankan bahwa gaji besar tidak menjadi persoalan selama disertai dengan kinerja, akuntabilitas, dan transparansi penuh.
“Gaji besar enggak masalah asal transparan. Kita cuma pengin tahu uangnya dipakai buat apa, bukan cuma angka di atas kertas,” katanya menutup.
Dengan kritik tajam ini, Najwa Shihab mengingatkan agar isu pemotongan gaji DPR tidak dijadikan tameng untuk menutupi masalah yang lebih serius: minimnya akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan dana publik.
Redaksi (I/U)***