
Jakarta 30/11/2025, WartaGlobal. Id
Indonesia, negara yang kaya akan sumber daya alam, namun masih terjebak dalam lingkaran ketimpangan dan krisis tata kelola. Pola kolonialisme klasik masih terlihat dalam perjalanan pembangunan Indonesia, di mana pusat tumbuh pesat, sementara daerah-daerah penghasil sumber daya alam tertinggal.
Sumber daya alam Indonesia adalah yang paling melimpah di Asia Tenggara, namun kemiskinan justru paling kuat mencengkeram wilayah yang menyuplai kekayaan tersebut. Ini bukan soal lemah, tetapi memang dilemahkan. Sebab jika daerah kuat, pusat akan kehilangan kontrol.
"Indonesia tidak punya alasan untuk menjadi negara miskin," kata seorang ahli. Dan memang benar, sebab negara lain yang tak punya SDA seperti Singapura atau Malaysia dapat makmur tanpa kemewahan alam yang kita miliki.
Masalahnya adalah SDA memang milik negara, tetapi aksesnya tidak dimiliki rakyat. Ia dikontrol oleh mereka yang punya modal, jaringan, dan kedekatan dengan kekuasaan. Yang memiliki ladang, hutan, dan lahan justru sering kali bukan masyarakat lokal—bahkan bukan perusahaan lokal.
Ketimpangan antara pusat dan daerah menjadi penyakit yang tak kunjung sembuh selama 80 tahun. Bencana alam seperti banjir dan longsor membuka borok perizinan dan kerusakan hutan yang selama ini ditutup rapat.
Negara harus mengakui kegagalan tata kelola dan mempertanyakan ulang teori pembangunan yang kita yakini selama ini. Setiap banjir, setiap gelombang panas, setiap tanah longsor, sesungguhnya adalah kritik alam terhadap kesalahan perencanaan manusia.
Indonesia harus menggunakan bencana sebagai momentum konsolidasi bangsa, bukan kembali jatuh ke lubang yang sama, 80 tahun berikutnya. Kita punya segalanya untuk menjadi kuat. Yang hilang hanya satu: keadilan dalam mengelola apa yang kita miliki.
Sumber :
Fakhrurrazi
No comments:
Post a Comment