Tambang Ilegal Menggila di Sanggau, Aparat Diam Seribu Bahasa: “Sungai Mati, Hukum Pun Mati” - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Top Ads

Dirgahayu RI
🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

Tambang Ilegal Menggila di Sanggau, Aparat Diam Seribu Bahasa: “Sungai Mati, Hukum Pun Mati”

Friday, November 7, 2025

WARTAGLOBAL.id
, Sanggau, Kalbar — Wajah penegakan hukum di Sanggau kini sedang diuji. Di depan mata aparat penegak hukum, aktivitas tambang emas ilegal (PETI) kembali menggila di Sungai Semerangkai. Air sungai yang dulunya jernih kini berubah cokelat pekat, biota air mati, dan warga menjerit kehilangan mata pencaharian.

Ironisnya, semua ini terjadi hanya selemparan batu dari pusat kota Sanggau — lokasi berdirinya kantor megah Polres, Kejaksaan Negeri, hingga Dinas Lingkungan Hidup. Namun, seolah semua mata tertutup, semua telinga tersumbat.

Padahal video aktivitas tambang liar ini beredar luas. Dalam rekaman, jelas terlihat alat berat mengeruk badan sungai, air berubah menjadi lumpur pekat, dan suara mesin berdengung tanpa henti. Tapi, entah mengapa, tak satu pun aparat turun tangan.

Warga: “Aparat Lindungi Siapa, Rakyat atau Tambang Ilegal?”

Kemarahan warga pun meledak.
“Kantor Polres berdiri megah dengan slogan Presisi, Melindungi dan Mengayomi, tapi siapa yang mereka lindungi? Rakyat atau pengusaha tambang ilegal?” ujar seorang warga yang ikut merekam aktivitas tambang di seberang Desa Semerangkai.

Nama-nama besar seperti ASP, AWG, dan JN yang diduga kuat menjadi aktor di balik tambang emas ilegal ini, disebut-sebut kebal hukum. Sudah berulang kali dilaporkan, disorot media, tapi tak pernah tersentuh.

Sementara itu, alam terus dikoyak. Negara tidak menerima sepeser pun pajak atau retribusi, tapi dampaknya — kerusakan lingkungan, air tercemar, dan hilangnya penghidupan warga — harus ditanggung oleh rakyat kecil.

Kerusakan Nyata, Tapi Penegakan Hukum Tak Bergerak

Dampak tambang ilegal ini bukan isapan jempol.

Air sungai berubah warna dan mengandung endapan lumpur tebal.

Ikan dan udang mati atau pergi karena kualitas air turun drastis.

Nelayan kehilangan mata pencaharian.

Sedimentasi meningkat, sungai dangkal, dan banjir mengancam permukiman.


Lebih parah lagi, pencemaran dari Sanggau disebut sudah merambat ke hilir Sungai Kapuas — sumber kehidupan ribuan warga di sepanjang aliran sungai.

Namun, aparat yang seharusnya menindak pelaku justru seolah berlomba diam. Tak ada garis polisi, tak ada penyitaan alat berat, tak ada penangkapan.

Melanggar Hukum Jelas, Tapi Siapa yang Berani Menindak?

Kegiatan tambang emas tanpa izin ini jelas melanggar UU Minerba, UU Lingkungan Hidup, dan UU Pencegahan Perusakan Hutan.

Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dengan tegas menyebut:

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 miliar.”

Namun, di Sanggau, hukum seolah tumpul ketika menyentuh mereka yang “punya nama”.

Apakah aparat tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?

Ancaman Serius bagi Lingkungan dan Manusia

Ahli lingkungan memperingatkan, penggunaan alat berat dan bahan kimia seperti merkuri pada tambang liar di sungai bisa menimbulkan dampak jangka panjang:

Struktur tebing sungai rusak, memicu longsor dan banjir.

Pencemaran logam berat meracuni ikan dan air konsumsi warga.

Ekosistem hancur, rantai makanan terganggu, dan kesehatan masyarakat terancam.


Semua ini adalah bom waktu. Tapi lagi-lagi, penegakan hukum justru seperti mati suri.

Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Warga Sanggau kini menuntut tindakan nyata, bukan sekadar janji. Mereka meminta Polres Sanggau, Kejaksaan Negeri, dan Dinas Lingkungan Hidup turun langsung ke lapangan, menyelidiki siapa di balik aktivitas ini, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Karena jika hukum terus hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka bukan hanya sungai yang mati — kepercayaan rakyat terhadap negara pun ikut tenggelam.

---

Alam rusak, rakyat menderita, hukum diam.
Di Sanggau, bukan hanya sungai yang keruh — nurani aparat pun ikut tercemar.”

Penulis:[AZ]

Sumber:[Tim Investigasi WGR]