MENGKAJI KEMUNGKINAN DITERAPKANYA PEMILU ONLINE DI INDONESIA. - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Top Ads

Dirgahayu RI
🎉Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah banjir dan longsor di Sumatra. Semoga keluarga korban diberi ketabahan dan kekuatan. 🎉

More News

logoblog

MENGKAJI KEMUNGKINAN DITERAPKANYA PEMILU ONLINE DI INDONESIA.

Thursday, June 1, 2023

 

MENGKAJI KEMUNGKINAN DITERAPKANYA PEMILU ONLINE

DI INDONESIA




OLEH : PUNGKAS UNTEA ISWIDODO

BAB-1

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

Indonesia yang wilayahnya terbentang dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote , Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan hal ini menjadi tantangan yang berat dalam hal mendistribusikan logistik Pemilu yang bisa menjangkau semua wilayah tersebut agar pelaksanaan Pemilu berjalan aman lancar terkendali dan sukses dalam pelaksanaanya.

 

Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Juni 2021jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 272.229.372 jiwa, dimana 137.521.557 jiwa adalah laki-laki dan 134.707.815 jiwa adalah perempuan , dengan jumlah penduduk yang sangat banyak maka pelaksanaan Pemilu menjadi sangat dinamis dan harus dikelola dengan baik dan benar.

 

Dari Data Kementerian Dalam Negeri bahwa Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang disampaiakan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada 196,5 juta orang yang dipastikan memiliki hak memilih dalam Pemilu 2019. Meski demikian, masih ada data ganda dan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang harus dituntaskan.
Data pemilih 2019 tersebut terdiri atas pemilih laki-laki 98.657.761 orang dan perempuan 97.887.875 orang. Sementara itu, daerah dengan pemilih terbanyak antara lain Jawa Barat dengan 33.138.630 pemilih. Disusul Jawa Timur dengan 31.312.285 pemilih, Jawa tengah 27.555.487 pemilih, Sumatera Utara 10.763.893 pemilih, dan DKI Jakarta dengan 7.925.279 pemilih . Dengan kondisi seperti ini maka diperlukan strategi dan teknologi yang dapat mengakomodasi hak para pemilih dalam pelaksanaan Pemilihan Umum disemua tingkatan.

Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu.  Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, Pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan.

Setidaknya ada tiga tujuan Pemilu, antara lain :

1.      Sebagai sarana perwakilan politik dimana rakyat dapat memilih wakil-wakilnya untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingannya.

2.      Pemilu sebagai sarana suksesi kepemimpinan secara konstitusional.

3.      Pemilu sebagai sarana pemimpin politik memperoleh legitimasi.

Oleh karenanya Pemilu menjadi sangat penting karena memilih wakil – wakil rakyat ( Anggota DPR , Anggota DPRD ), Anggota Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) dan pemimpin Pemerintahan ( Presiden dan Wakil Presiden , Gubenur dan Wakil Gubernur , Bupati dan wakil Bupati , Walikota dan Wakil Walikota , Kepala Desa ) untuk mendapatkan legitimasi dari Rakyat.

 

Pada saat Pemilu dilaksanakan , pada umumnya orang orang yang mempunyai hak pilih harus hadir langsung ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sebagian dari Pemilih mungkin akan datang dengan senang hati. Namun, sebagian dari Pemilih yang lain memilih untuk tidak ikut memilih yang biasa disebut sebagai golput , entah karena tidak tertarik atau karena tidak sempat. Untuk mengatasi alasan pertama, yaitu kurangnya minat sebagian warga untuk mencoblos , memang amatlah sulit, atau bahkan mustahil. Namun, membuat proses pemilu menjadi lebih praktis tidaklah mustahil. Karena lebih praktis maka diharapkan partisipasi Pemilih dalam Pemilu akan meningkat , semakin tinggi tingkat partisipasi Pemilih maka Wakil Rakyat dan atau Pemimpin Rakyat yang dipilih semakin terlegitimasi oleh Rakyat dan mendapat dukungan yang kuat dari Rakyat untuk melaksanakan tugas tugasnya.

Ada salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk membuat pemilu menjadi lebih praktis yaitu Pemilu Online (kadang disebut Internet Voting atau i-Voting) , Dalam Pemilu Online, para pemilih dapat mencoblos secara online dengan gawai masing-masing, tanpa harus hadir di TPS. Sebagai tahap awal melaksanakan Pemilu Online ( i-Voting ) dapat dilakukan dengan menyelenggarakan Pemilu Elektronik (e-Electronic ) terlebih dahulu sampai situasi dan kondisi benar benar memungkinkan diselenggarakannya Pemilu Online (i-Voting)

Pemilu Online (i-Voting) beda dengan Pemilu Elektronik ( e-Voting ) karena Pemilu Elektronik adalah Pemilu yang menggunakan mesin untuk mencoblos dan menghitung suara dan pemilih harus tetap hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) . Sedangkan Pemilu Online (i-Voting) , para pemilih dapat mencoblos tanpa harus keluar rumah.

Sebenarnya, teknologi untuk melakukan ini pun sudah ada dan negara yang sudah berhasil melaksanakan Pemilu Online adalah Estonia , di mana sebagian pemilih dapat mencoblos secara online. Sehingga i-Voting sekarang dianggap sebagai alat untuk memajukan demokrasi, membangun kepercayaan pada penyelenggara pemilu, menambah kredibilitas pada hasil pemilu, dan meningkatkan efisiensi keseluruhan proses pemilu.

Teknologinya berkembang dengan cepat dan para penyelenggara pemilu, pengamat, organisasi internasional, vendor dan lembaga standardisasi secara terus menerus memutakhirkan metodologi i-Voting.

Kelebihan dan kekurangan penggunaan i-voting antara lain :

1.      Kelebihanya adalah mudah dalam penghitungan, mudah dalam pelaksanaan pemilihan, mencegah kecurangan, serta mengurangi biaya , tingkat partisipasi pemilih menjadi tinggi

2.      Kekurangannya adalah merusak kredibilitas karena rentan diserang hacker dan hambatan operasional terkait masih terbatasnya infrastruktur , butuh waktu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat , tingkat kepercayaan terhadap sistem i-voting yang masih rendah.

Penerapan i-Voting dalam Pemilu di Indonesia tidak bisa dilakukan secara penuh langsung dalam waktu yang singkat , tetapi harus secara bertahap yang pada setiap tahapannya disesuaikan dengan dinamika politik , sosial budaya , tingkat pemahaman  dan tingkat kepercayaan masyarakat dan perekonomian masyarakat Indonesia , sehingga pada tahap awal bisa dimulai dengan menerapkan e-Voting.

Jika dilaksanakan dengan tepat, solusi e-Voting dapat mengurangi beberapa kecurangan yang jamak terjadi, mempercepat pengolahan hasil, meningkatkan aksesibilitas dan membuat pemilihan menjadi lebih nyaman bagi pemilih dan petugas Pemilihan Umum , ketika digunakan pada serangkaian pemilu maka bisa mengurangi biaya pemilu atau referendum dalam jangka panjang.




BAB-2

TEORI

 

Secara virtual setiap aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dibangun dengan cara yang memungkinkan verifikasi atas ketepatan fungsinya dengan mengamati hasil aplikasinya. Jika seorang pelanggan tidak memercayai sistem elektronik perbankan suatu bank, maka pelanggan dapat memeriksa ringkasan akun mereka dan memastikan bahwa semua transaksi tergambar sebagaimana mestinya. Jika pemilik mobil tidak memercayai elektronik di dalam mobilnya, setiap kali ia menyalakan mesin akan memberikan peluang untuk menguji sistemnya.

 

Pada Sistem e-voting berbeda secara fundamental. Untuk melindungi kerahasiaan suara, maka mereka harus menghindari setiap hubungan antara identitas pemilih dan suara yang diberikan. Merupakan tantangan tersendiri mengingat standar sistem TIK adalah untuk melacak dan memantau transaksi yang terjadi. Lebih penting lagi, memutuskan kaitan antara pemilih dan suara berarti bahwa pemeriksaan sistem e-voting setelah pemilihan tidak dapat membuktikan secara langsung bahwa setiap suara memang dihitung dan dijumlahkan sebagai suara. Inilah mengapa bukti tidak langsung dari keabsahan hasil elektronik, seperti kertas bukti jejak data atau sistem sertifikasi, dikombinasikan dengan kontrol mutu yang ketat dan prosedur keamanan, sungguh sangat penting. Tanpa mekanisme tersebut, hasil yang dimanipulasi atau tidak tepat yang diperoleh dari sistem e-voting bisa tetap tak terdeteksi dalam jangka waktu yang lama.

 

Pakar mana pun yang ingin menganalisis dan memahami sistem pemungutan suara elektronik perlu memiliki akses ke kode sumber pemrograman. Saat ini, tersedia solusi e-voting secara komersial yang umumnya berdasarkan pada kode sumber kepemilikan. Demi alasan komersial dan keamanan, vendor biasanya enggan memberikan akses ke kode sumber.

Namun, vendor semakin menyadari kebutuhan untuk memperbolehkan akses kode sumber dan beberapa Badan Penyelenggara Pemilu sudah memasukkan akses tersebut ke dalam persyaratan sistem e-voting mereka. Kemungkinan untuk pemeriksaan publik mengenai kode sumber komersial kerap kali terbatas oleh waktu dan lingkup sehingga memunculkan biaya tambahan, namun tetap hanya diperbolehkan pada wawasan yang terbatas mengenai fungsi sistem yang sedang diperiksa.

Oleh karena itu, dengan menggunakan sistem pemungutan suara berdasarkan kode kepemilikan kerap kali membuat pakar TI meminta untuk beralih ke sistem sumber terbuka. Kebalikan dari sistem kepemilikan, kode sumber dari sistem seperti ini tersedia secara umum dan dapat diakses sepenuhnya oleh semua pakar yang tertarik.

Penentang publikasi atas kode sumber berargumen bahwa sebagian besar sistem yang tersedia saat ini tidak sempurna dan mempublikasikannya akan memaparkan kelemahan pada publik dan calon penyerang.

Para pendukung pendekatan sumber terbuka, termasuk sebagian besar pakar keamanan komputer, berargumen bahwa walau mempublikasikan kode dapat menyingkap masalah, namun juga menjamin bahwa solusinya akan cepat ditemukan. Bagi para pendukung sumber terbuka, menjaga kerahasiaan kode dilihat sebagai ‘keamanan oleh ketidakjelasan’ dan menciptakan situasi yang hanya bisa diketahui oleh beberapa orang dalam mengenai kelemahan sistem tersebut. Sementara beberapa usaha untuk mengembangkan sumber terbuka sistem e-voting terus berlangsung , sistem tersebut tidak tersedia saat ini. Harus dicatat bahwa akses ke kode sumber hanya satu langkah menuju transparansi teknis yang menyeluruh. Untuk memahami sepenuhnya perilaku sistem e-voting , maka penyusunan data yang digunakan untuk menerjemahkan kode sumber yang bisa dibaca manusia ke kode yang bisa dibaca mesin, peranti keras sistem pemilihan dan sistem operasional juga perlu dianalisis.

 

Undang undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Menimbang:

1.      Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia , bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah

2.      Sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3.      Bahwa diperlukan pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsiitensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif dan efisien; bahwa pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur , dan adil;

 

Landasan hukum Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah menjadi payung hukum untuk segala aktifitas dan proses yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Latar belakang disahkannya UU ITE itu adalah "Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi”.

e-Voting sesuai pasal 5 UU No 11 tahun 2008 dengan jelas menyebutkan bahwa "Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia"

 

 

BAB-3

DIFINISI DAN SISTEM

 

DIFINISI e-Voting dan TIPE SISTEM e-VOTING

 

Definisi dari pemilihan elektronik (e-Voting) :

 

Difinisi :

Ragam Pemilihan elektronik (e-Voting) sangat banyak . Dalam pembahasan ini berfokus pada sistem dimana pencatatan, pemberian suara atau pemilihan suara dalam pemilu politik dan referendumnya melibatkan teknologi informasi dan komunikasi.

SISTEM

Tipe Sistem e-Voting  :

a.      Mesin pemungutan suara dengan pencatatan langsung elektronik (Direct Record Electronic / DRE). DRE bisa disertai atau tidak disertai jejak data dokumen (jejak data dokumen audit pemilih yang dapat diverifikasi Voter Verified Paper Audit Trail / VVPAT). VVPAT ditujukan untuk menyediakan bukti fisik dari suara yang diberikan.

b.      Sistem Optical Mark Reader ( OMR ) yang didasarkan pada mesin pemindai dapat mengenali pilihan pemilih di surat suara yang dapat dibaca oleh mesin khusus. Sistem OMR bisa jadi pusat sistem penghitungan (tempat surat suara dipindai dan dihitung di pusat penghitungan khusus) atau sistem pemindaian optik perhitungan terbatas (Print Count Optic Scan / PCOS, saat pemindaian dan penghitungan dilaksanakan di TPS, secara langsung segera setelah pemilih memasukkan surat suara mereka ke mesin penghitungan suara).

c.       Mesin pencetak surat suara , perangkat yang serupa dengan mesin DRE yang menghasilkan kertas yang dapat dibaca mesin atau koin elektronik yang berisikan pilihan pemilih. Koin ini dimasukkan ke pemindai surat suara terpisah yang melakukan penghitungan suara otomatis.

d.      Sistem pemilihan melalui Internet yaitu saat suara diberikan melalui Internet ke server pusat penghitungan. Suara dapat diberikan baik melalui komputer umum atau bilik pemungutan suara di TPS atau—yang lebih umum—dari komputer mana pun yang terkoneksi Internet yang dapat diakses pemilih. Istilah umum mesin pemungutan suara (VM) sering digunakan untuk merujuk ke sistem DRE dan PCOS begitu pula dengan kios pemungutan suara untuk pemilihan melalui Internet.

Istilah umum mesin pemungutan suara (VM voice machine ) sering digunakan untuk merujuk ke sistem DRE dan Print Count Optic Scan / PCOS begitu pula dengan kios pemungutan suara untuk pemilihan melalui Internet.

E-voting di lingkungan yang terkontrol dan tidak terkontrol E-voting dapat dilaksanakan baik dalam lingkungan yang terkontrol maupun tidak. E-voting di lingkungan yang terkontrol terjadi ketika pemberian suara yang berlokasi di TPS, kios pemungutan suara atau tempat lainnya berada di bawah pengawasan petugas yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara Pemilu. Dengan demikian, penyelenggara pemilu dapat mengontrol teknologi pemilihan dengan leluasa, begitu pula prosedur dan ketentuan bagi pemilih dalam memberikan suara mereka. E-voting di lingkungan yang terkontrol dapat dilihat sebagai bentuk persamaan elektronik dari pemilihan tradisional dengan kertas di TPS, kedutaan besar dan sebagainya. E-voting di lingkungan tak terkontrol terjadi tanpa pengawasan sedikit pun dan dari perangkat pemberian suara yang tak dapat dikontrol oleh penyelenggara pemilu. Hal ini bisa terjadi dari rumah, pada komputer pribadi pemilih atau bisa di mana saja dari perangkat bergerak atau di tempat umum. Dengan pemungutan suara di lingkungan tak terkontrol , kekhawatiran mengenai kerahasiaan suara, pemilihan oleh keluarga, intimidasi, pembelian suara, hilangnya ritual saat hari pemilu, dampak kesenjangan digital dan pemisahan identitas pemilih serta surat suara secara teknis, begitu pula dengan integritas teknis dari perangkat yang digunakan pemilih untuk memberikan suaranya, semuanya membutuhkan pertimbangan khusus. Bentuk terkini dari pemilihan melalui Internet belum dapat memberikan solusi definitif terhadap kekhawatiran tersebut. E-voting di lingkungan tak terkendali dapat dilihat sebagai bentuk persamaan elektronik dari pemilihan melalui pos atau tidak memberikan suaranya/abstain.

 

BAB-4

IMPLEMENTASI

 

E-voting Sebagai Jalur Satu-Satunya atau Alternatif

 

E-voting dapat diperkenalkan sebagai jalur pemungutan suara satu-satunya yang tersedia bagi para pemilih atau dapat ditawarkan sebagai pilihan tambahan untuk memilih dan pemilih dapat memilih jalur yang disukai. Pemilihan melalui Internet umumnya diperkenalkan sebagai jalur alternatif sementara mesin pemungutan suara kebanyakan diperkenalkan sebagai satu-satunya jalur pemilihan yang tersedia bagi para pemilih di TPS

 

E-voting Dengan atau Tanpa Bukti Fisik Terpisah Dari Suara Yang Diberikan

 

Banyak sistem e-voting saat ini di lingkungan yang terkontrol menghasilkan bukti fisik dari suara yang diberikan dalam bentuk kertas tanda terima bagi para pemilih (sering dirujuk sebagai Voter Verified Paper Audit Trail / VVPAT). Para pemilih dapat memverifikasi suara mereka pada kertas tanda terima dan mengirimkannya ke kotak suara. Dengan menghitung ulang kertas tanda terima secara manual, hasilnya ditampilkan melalui sistem pemungutan suara yang dapat diverifikasi secara terpisah Hasil keseluruhan pemilu dapat diverifikasi dengan penghitungan ulang kertas tanda terima secara manual yang sudah dirancang dengan baik dari sampel acak TPS.

Sistem e-voting di lingkungan tak terkontrol umumnya tidak menghasilkan bukti fisik karena dapat digunakan untuk jual beli suara. Sebagai tambahan, mengingat pemilih akan menyimpan tanda terimanya, namun penghitungan secara manual tidak dimungkinkan, maka pemberian tanda terima tersebut sia-sia. Namun demikian, beberapa sistem pemilihan melalui Internet menggunakan sistem kode pengembalian yang memungkinkan para pemilih untuk memverifikasi bahwa suara mereka telah diterima dengan utuh oleh mesin penghitung. Jika sistem e-voting tidak menghasilkan bukti fisik dari suara yang diberikan, maka verifikasi langsung tidak dimungkinkan. Hasil yang dibuat oleh sistem seperti itu hanya dapat diverifikasi secara tidak langsung. Verifikasi tidak langsung semata mata bergantung pada proses sertifikasi yang tegas atas standar yang telah disepakati berikut prosedur keamanan yang ketat yang mencegah semua pelanggaran atas integritas sistem pemilihan. Dalam keadaan ini, mungkin sulit menyampaikan ketergantungan dan kepercayaan dari sistem e-voting dengan cara yang transparan bagi masyarakat yang kritis atau awam. Hal ini bisa menjadi tantangan yang tidak dapat diatasi dalam konteks ketika Penyelenggara Pemilu tidak mendapatkan kepercayaan penuh dari para pemangku kepentingan pemilu.

Tipologi sistem e-voting dalam pembahasan keuntungan dan kerugian ragam sistem e-voting, penting untuk membedakan beberapa tipologi yang tumpang tindih dari sistem. Semua tipologi memiliki beragam kelebihan dan kelemahan, baik ketika dibandingkan satu dengan lainnya dan ketika dibandingkan dengan pemilihan tradisional menggunakan kertas. Tidak ada yang namanya sistem pemilihan elektronik sempurna dan sistem yang tersedia terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang terus berjalan. Oleh karena itu, penting untuk memilih sistem yang tepat untuk konteks yang sesuai dengan menimbang secara cermat keuntungan dan kerugian semua pilihan.

 

BAB-5

KESIMPULAN

 

Manfaat e-voting yang dibahas pada bab sebelumnya merupakan beberapa alasan mengapa Penyelenggara Pemilu mempertimbangkan pengenalan teknologi ini. Pertimbangan seperti pengolahan hasil yang lebih cepat, pencegahan kecurangan dan penyediaan layanan yang lebih baik bagi para pemilih sering kali menjadi prioritas utama. Satu motivasi yang jamak terhadap pengenalan e-voting yaitu mendemonstrasikan kemampuan teknis satu negara atau para pemangku kepentingan. Amat sering terjadi, bahwa pilihan tersebut diyakini dapat menunjukkan pada dunia mengenai tingkat pembangunan internal yang telah dicapai oleh satu negara. Untuk menghindari jatuh ke dalam jebakan determinisme teknologi 4.0 seharusnya ini bukanlah alasan utama untuk mengejar strategi pemilihan elektronik.

 

Apa pun harapannya pasti para Penyelenggara Pemilu harus selalu bertujuan untuk mencapai beberapa tujuan umum:

1.      Manfaat dari solusi e-voting yang dipilih harus lebih besar dari kelemahannya, bukan hanya saat dibandingkan dengan sistem pemilihan elektronik lainnya, tetapi juga ketika dibandingkan dengan pemilihan melalui kertas.

2.      Segala biaya tambahan yang timbul karena e-voting harus dijustifikasi oleh manfaat yang dapat diharapkan dari solusi.

3.      Bahkan jika keterlibatan vendor besar diperlukan, Penyelenggara Pemilu harus memiliki atau membangun kapasitas untuk menguasai seluruh kendali sistem e-voting dan sumber daya yang memadai harus tersedia untuk Penyelenggara Pemilu , bukan hanya saat pengenalan awal tetapi juga untuk operasional sistem e-voting jangka panjang dalam rangka menghindari ketergantungan sepenuhnya pada entitas eksternal.

4.      Sistem e-voting yang baru tidak hanya membantu penyelenggara pemilihan, tetapi juga harus menjadi layanan bagi rakyat. Harus mempermudah para pemilih untuk memberikan suaranya atau sedikitnya tidak membuat kesulitan lebih besar dibandingkan dengan prosedur sebelumnya.

5.      Akhirnya masyarakat umum, begitu pula para pemangku kepentingan utama pada proses pemilu, harus memercayai solusi pemungutan suara dan yakin akan pilihannya. Kepercayaan mereka pada sistem e-voting harus dibangun pada solusi yang dipahami dengan baik dan dapat diimplementasikan dibandingkan dengan ketidaktahuan para pemangku kepentingan utama.

6.      Membangun kepercayaan adalah menjadi tujuan paling kritis dan mencakup semua tujuan.

Kelebihan e-Voting :

1.       Penghitungan dan tabulasi suara lebih cepat.

2.       Hasil lebih akurat karena kesalahan manusia diminimalkan.

3.       Penanganan yang efisien dari formula sistem pemilu yang rumit yang memerlukan prosedur perhitungan yang melelahkan.

4.       Menyederhanakan tampilan surat suara yang rumit.

5.       Meningkatkan kenyamanan bagi para pemilih.

6.       Berpotensi meningkatkan partisipasi dan jumlah suara, khususnya pemilihan melalui Internet. Lebih selaras dengan kebutuhan masyarakat yang mobilitasnya semakin meningkat.

7.       Pencegahan kecurangan di TPS dan selama pengiriman dan tabulasi hasil dengan mengurangi campur tangan manusia.

8.       Meningkatkan aksesibilitas, contohnya memakai surat suara audio untuk pemilih tuna rungu dengan pemilihan melalui Internet, begitu pula pada pemilih yang tinggal di rumah dan yang tinggal di luar negeri.

9.       Kemungkinan menggunakan layar multibahasa yang dapat melayani para pemilih multibahasa dengan lebih baik dibandingkan surat suara.

10.   Pengurangan surat suara yang rusak karena sistem pemilihan dapat memperingatkan para pemilih tentang suara yang tidak sah (walaupun pertimbangannya harus diberikan untuk memastikan bahwa para pemilih bisa tidak memberikan suaranya yang tidak sah )

11.   Berpotensi menghemat biaya dalam jangka panjang melalui penghematan waktu pekerja pemungutan suara dan mengurangi biaya untuk produksi dan distribusi surat suara.

12.   Penghematan biaya melalui pemilihan dengan Internet: jangkauan global dengan pengeluaran logistik yang sangat sedikit. Tidak ada biaya pengiriman, tidak ada keterlambatan saat pengiriman materi dan menerimanya kembali.

13.  Jika dibandingkan dengan pemilihan melalui pos, maka pemilihan melalui Internet dapat mengurangi insiden penjualan suara dan pemilihan oleh keluarga dengan memperbolehkan pemilihan beberapa kali namun hanya suara terakhir yang dihitung dan mencegah manipulasi dengan memberikan tenggat waktu bagi surat masuk, melalui kontrol langsung saat pemungutan suara.

14.  Kemungkinan menggunakan layar multibahasa yang dapat melayani para pemilih multibahasa dengan lebih baik dibandingkan surat suara.

Kelemahan e-Voting :

1.       Terbatasnya keterbukaan dan pemahaman sistem bagi yang bukan ahlinya.

2.       Kurangnya standar yang disepakati untuk sistem e-voting.

3.       Memerlukan sertifikasi sistem, tapi standar sertifikasi tidak disepakati secara luas.

4.       Berpotensi melanggar kerahasiaan pemilihan, khususnya dalam sistem yang melakukan autentikasi pemilih maupun suara yang diberikan.

5.       Risiko manipulasi oleh orang dalam dengan akses istimewa ke sistem atau oleh peretas dari luar. Kemungkinan kecurangan dengan manipulasi besar-besaran oleh sekelompok kecil orang dalam. Meningkatnya biaya baik pembelian maupun sistem pemeliharaan e-voting.

6.       Meningkatnya persyaratan infrastruktur dan lingkungan, contohnya, berkaitan dengan pasokan listrik, teknologi komunikasi, suhu, kelembaban dan sumber daya manusia ahli.

7.       Meningkatnya persyaratan keamanan untuk melindungi sistem pemberian suara selama dan antara pemilu ke pemilu selanjutnya termasuk selama pengangkutan, penyimpanan dan pemeliharaan.

8.       Kurangnya tingkat kendali oleh penyelenggara pemilihan karena tingginya ketergantungan terhadap vendor dan/atau teknologi.

9.       Kemungkinan penghitungan ulang terbatas.

10.   Kebutuhan untuk kampanye tambahan bagi pendidikan pemilih.

11.   Berpotensi konflik dengan kerangka hukum yang ada.

12.   Berpotensi kurangnya kepercayaan publik pada pemilihan berdasarkan e-voting sebagai hasil dari kelemahan kelemahan diatas.

Sumber Data :

1.       https://dukcapil.kemendagri.go.id

2.       Adminduk Dukcapil Kemendagri

3.       International IDEA