MENGKAJI KEMUNGKINAN DITERAPKANYA
PEMILU ONLINE
DI INDONESIA
OLEH :
PUNGKAS UNTEA ISWIDODO
BAB-1
LATAR BELAKANG
DAN TUJUAN
Indonesia yang
wilayahnya terbentang dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas hingga Pulau
Rote , Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan luas total
wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah
tersebut, 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah
Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan
hal ini menjadi tantangan yang berat dalam hal mendistribusikan logistik Pemilu
yang bisa menjangkau semua wilayah tersebut agar pelaksanaan Pemilu berjalan
aman lancar terkendali dan sukses dalam pelaksanaanya.
Berdasarkan
data Administrasi Kependudukan (Adminduk) Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Catatan Sipil Juni 2021, jumlah penduduk Indonesia adalah
sebanyak 272.229.372 jiwa, dimana 137.521.557 jiwa adalah laki-laki dan 134.707.815 jiwa adalah perempuan ,
dengan jumlah penduduk yang sangat banyak maka pelaksanaan Pemilu menjadi
sangat dinamis dan harus dikelola dengan baik dan benar.
Dari Data Kementerian
Dalam Negeri bahwa Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang disampaiakan
kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada
196,5 juta orang yang dipastikan memiliki hak memilih dalam Pemilu 2019.
Meski demikian, masih ada data ganda dan perekaman kartu tanda penduduk
elektronik (e-KTP) yang harus dituntaskan.
Data pemilih 2019 tersebut terdiri atas pemilih laki-laki 98.657.761 orang dan
perempuan 97.887.875 orang. Sementara itu, daerah dengan pemilih terbanyak
antara lain Jawa Barat dengan 33.138.630 pemilih. Disusul Jawa Timur dengan
31.312.285 pemilih, Jawa tengah 27.555.487 pemilih, Sumatera Utara 10.763.893
pemilih, dan DKI Jakarta dengan 7.925.279 pemilih . Dengan kondisi seperti ini
maka diperlukan strategi dan teknologi yang dapat mengakomodasi hak para
pemilih dalam pelaksanaan Pemilihan Umum disemua tingkatan.
Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk
ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode
tertentu. Pemilu memiliki fungsi utama
untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat.
Oleh karena itu, Pemilu merupakan salah
satu sarana legitimasi kekuasaan.
Setidaknya ada tiga tujuan Pemilu, antara lain
:
1.
Sebagai
sarana perwakilan politik dimana rakyat dapat memilih wakil-wakilnya untuk
menyuarakan aspirasi dan kepentingannya.
2.
Pemilu
sebagai sarana suksesi kepemimpinan secara konstitusional.
3.
Pemilu
sebagai sarana pemimpin politik memperoleh legitimasi.
Oleh karenanya Pemilu menjadi sangat penting
karena memilih wakil – wakil rakyat ( Anggota DPR , Anggota DPRD ), Anggota
Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) dan pemimpin Pemerintahan ( Presiden dan Wakil
Presiden , Gubenur dan Wakil Gubernur , Bupati dan wakil Bupati , Walikota dan
Wakil Walikota , Kepala Desa ) untuk mendapatkan legitimasi dari Rakyat.
Pada saat Pemilu dilaksanakan ,
pada umumnya orang orang yang mempunyai hak pilih harus hadir langsung ke
Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sebagian dari Pemilih mungkin akan datang dengan
senang hati. Namun, sebagian dari Pemilih yang lain memilih untuk tidak ikut
memilih yang biasa disebut sebagai golput , entah karena tidak tertarik atau
karena tidak sempat. Untuk mengatasi alasan pertama, yaitu kurangnya minat
sebagian warga untuk mencoblos , memang amatlah sulit, atau bahkan mustahil.
Namun, membuat proses pemilu menjadi lebih praktis tidaklah mustahil. Karena
lebih praktis maka diharapkan partisipasi Pemilih dalam Pemilu akan meningkat ,
semakin tinggi tingkat partisipasi Pemilih maka Wakil Rakyat dan atau Pemimpin
Rakyat yang dipilih semakin terlegitimasi oleh Rakyat dan mendapat dukungan
yang kuat dari Rakyat untuk melaksanakan tugas tugasnya.
Ada salah satu solusi yang bisa
dilakukan untuk membuat pemilu menjadi lebih praktis yaitu Pemilu Online (kadang disebut Internet Voting atau i-Voting) ,
Dalam Pemilu Online, para pemilih dapat mencoblos secara online dengan gawai
masing-masing, tanpa harus hadir di TPS. Sebagai tahap awal melaksanakan Pemilu
Online ( i-Voting ) dapat dilakukan dengan menyelenggarakan Pemilu Elektronik
(e-Electronic ) terlebih dahulu sampai situasi dan kondisi benar benar
memungkinkan diselenggarakannya Pemilu Online (i-Voting)
Pemilu Online (i-Voting) beda
dengan Pemilu Elektronik ( e-Voting ) karena Pemilu Elektronik adalah Pemilu
yang menggunakan mesin untuk mencoblos dan menghitung suara dan pemilih harus
tetap hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) . Sedangkan Pemilu Online
(i-Voting) , para pemilih dapat mencoblos tanpa harus keluar rumah.
Sebenarnya, teknologi untuk
melakukan ini pun sudah ada dan negara yang sudah berhasil melaksanakan Pemilu
Online adalah Estonia , di mana sebagian pemilih dapat mencoblos secara online.
Sehingga i-Voting sekarang dianggap sebagai alat untuk memajukan demokrasi, membangun kepercayaan
pada penyelenggara pemilu, menambah kredibilitas pada hasil pemilu, dan
meningkatkan efisiensi keseluruhan proses pemilu.
Teknologinya berkembang dengan cepat dan para
penyelenggara pemilu, pengamat, organisasi internasional, vendor dan lembaga
standardisasi secara terus menerus memutakhirkan metodologi i-Voting.
Kelebihan dan kekurangan penggunaan i-voting antara lain :
1.
Kelebihanya adalah mudah dalam penghitungan, mudah dalam pelaksanaan
pemilihan, mencegah kecurangan, serta mengurangi biaya , tingkat partisipasi
pemilih menjadi tinggi
2.
Kekurangannya adalah merusak kredibilitas karena rentan diserang hacker
dan hambatan operasional terkait masih terbatasnya infrastruktur , butuh waktu
untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat , tingkat kepercayaan terhadap
sistem i-voting yang masih rendah.
Penerapan i-Voting dalam Pemilu di Indonesia tidak bisa
dilakukan secara penuh langsung dalam waktu yang singkat , tetapi harus secara
bertahap yang pada setiap tahapannya disesuaikan dengan dinamika politik ,
sosial budaya , tingkat pemahaman dan
tingkat kepercayaan masyarakat dan perekonomian masyarakat Indonesia , sehingga pada tahap awal bisa dimulai
dengan menerapkan e-Voting.
Jika dilaksanakan dengan tepat, solusi e-Voting dapat
mengurangi beberapa kecurangan yang jamak terjadi, mempercepat pengolahan
hasil, meningkatkan aksesibilitas dan membuat pemilihan menjadi lebih nyaman
bagi pemilih dan petugas Pemilihan Umum , ketika digunakan pada serangkaian
pemilu maka bisa mengurangi biaya pemilu atau referendum dalam jangka panjang.
BAB-2
TEORI
Secara virtual setiap
aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dibangun dengan cara yang
memungkinkan verifikasi atas ketepatan fungsinya dengan mengamati hasil
aplikasinya. Jika seorang pelanggan tidak memercayai sistem elektronik
perbankan suatu bank, maka pelanggan dapat memeriksa ringkasan akun mereka dan
memastikan bahwa semua transaksi tergambar sebagaimana mestinya. Jika pemilik
mobil tidak memercayai elektronik di dalam mobilnya, setiap kali ia menyalakan
mesin akan memberikan peluang untuk menguji sistemnya.
Pada Sistem
e-voting berbeda secara fundamental. Untuk melindungi kerahasiaan suara, maka
mereka harus menghindari setiap hubungan antara identitas pemilih dan suara
yang diberikan. Merupakan tantangan tersendiri mengingat standar sistem TIK
adalah untuk melacak dan memantau transaksi yang terjadi. Lebih penting lagi,
memutuskan kaitan antara pemilih dan suara berarti bahwa pemeriksaan sistem
e-voting setelah pemilihan tidak dapat membuktikan secara langsung bahwa setiap
suara memang dihitung dan dijumlahkan sebagai suara. Inilah mengapa bukti tidak
langsung dari keabsahan hasil elektronik, seperti kertas bukti jejak data atau
sistem sertifikasi, dikombinasikan dengan kontrol mutu yang ketat dan prosedur
keamanan, sungguh sangat penting. Tanpa mekanisme tersebut, hasil yang
dimanipulasi atau tidak tepat yang diperoleh dari sistem e-voting bisa tetap
tak terdeteksi dalam jangka waktu yang lama.
Pakar mana pun
yang ingin menganalisis dan memahami sistem pemungutan suara elektronik perlu
memiliki akses ke kode sumber pemrograman. Saat ini, tersedia solusi e-voting
secara komersial yang umumnya berdasarkan pada kode sumber kepemilikan. Demi
alasan komersial dan keamanan, vendor biasanya enggan memberikan akses ke kode
sumber.
Namun, vendor
semakin menyadari kebutuhan untuk memperbolehkan akses kode sumber dan beberapa
Badan Penyelenggara Pemilu sudah memasukkan akses tersebut ke dalam persyaratan
sistem e-voting mereka. Kemungkinan untuk pemeriksaan publik mengenai kode
sumber komersial kerap kali terbatas oleh waktu dan lingkup sehingga
memunculkan biaya tambahan, namun tetap hanya diperbolehkan pada wawasan yang
terbatas mengenai fungsi sistem yang sedang diperiksa.
Oleh karena itu,
dengan menggunakan sistem pemungutan suara berdasarkan kode kepemilikan kerap
kali membuat pakar TI meminta untuk beralih ke sistem sumber terbuka. Kebalikan
dari sistem kepemilikan, kode sumber dari sistem seperti ini tersedia secara
umum dan dapat diakses sepenuhnya oleh semua pakar yang tertarik.
Penentang
publikasi atas kode sumber berargumen bahwa sebagian besar sistem yang tersedia
saat ini tidak sempurna dan mempublikasikannya akan memaparkan kelemahan pada
publik dan calon penyerang.
Para pendukung
pendekatan sumber terbuka, termasuk sebagian besar pakar keamanan komputer,
berargumen bahwa walau mempublikasikan kode dapat menyingkap masalah, namun
juga menjamin bahwa solusinya akan cepat ditemukan. Bagi para pendukung sumber
terbuka, menjaga kerahasiaan kode dilihat sebagai ‘keamanan oleh ketidakjelasan’
dan menciptakan situasi yang hanya bisa diketahui oleh beberapa orang dalam
mengenai kelemahan sistem tersebut. Sementara beberapa usaha untuk
mengembangkan sumber terbuka sistem e-voting terus berlangsung , sistem tersebut
tidak tersedia saat ini. Harus dicatat bahwa akses ke kode sumber hanya satu
langkah menuju transparansi teknis yang menyeluruh. Untuk memahami sepenuhnya
perilaku sistem e-voting , maka penyusunan data yang digunakan untuk
menerjemahkan kode sumber yang bisa dibaca manusia ke kode yang bisa dibaca
mesin, peranti keras sistem pemilihan dan sistem operasional juga perlu
dianalisis.
Undang undang
Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Menimbang:
1.
Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia , bahwa untuk menjamin
tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan
perwakilan Rakyat Daerah
2.
Sebagai
sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3.
Bahwa
diperlukan pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan
yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsiitensi dan kepastian hukum
serta pemilihan umum yang efektif dan efisien; bahwa pemilihan umum wajib
menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur , dan adil;
Landasan hukum Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah menjadi payung hukum untuk
segala aktifitas dan proses yang menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi. Latar belakang disahkannya UU ITE itu adalah "Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk
memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi”.
e-Voting sesuai pasal 5 UU No 11 tahun 2008 dengan jelas
menyebutkan bahwa "Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di
Indonesia"
BAB-3
DIFINISI DAN
SISTEM
DIFINISI
e-Voting dan TIPE SISTEM e-VOTING
Definisi dari pemilihan elektronik (e-Voting)
:
Difinisi :
Ragam Pemilihan elektronik (e-Voting)
sangat banyak . Dalam pembahasan ini berfokus pada sistem dimana pencatatan,
pemberian suara atau pemilihan suara dalam pemilu politik dan referendumnya
melibatkan teknologi informasi dan komunikasi.
SISTEM
Tipe Sistem
e-Voting :
a. Mesin
pemungutan suara dengan pencatatan langsung elektronik (Direct Record
Electronic / DRE). DRE bisa
disertai atau tidak disertai jejak data dokumen (jejak data dokumen audit
pemilih yang dapat diverifikasi Voter Verified Paper Audit Trail / VVPAT).
VVPAT ditujukan untuk menyediakan bukti fisik dari suara yang diberikan.
b. Sistem Optical
Mark Reader ( OMR ) yang didasarkan
pada mesin pemindai dapat mengenali pilihan pemilih di surat suara yang dapat
dibaca oleh mesin khusus. Sistem OMR bisa jadi pusat sistem penghitungan
(tempat surat suara dipindai dan dihitung di pusat penghitungan khusus) atau
sistem pemindaian optik perhitungan terbatas (Print Count Optic Scan / PCOS,
saat pemindaian dan penghitungan dilaksanakan di TPS, secara langsung segera
setelah pemilih memasukkan surat suara mereka ke mesin penghitungan suara).
c. Mesin
pencetak surat suara , perangkat yang
serupa dengan mesin DRE yang menghasilkan kertas yang dapat dibaca mesin atau
koin elektronik yang berisikan pilihan pemilih. Koin ini dimasukkan ke pemindai
surat suara terpisah yang melakukan penghitungan suara otomatis.
d. Sistem
pemilihan melalui Internet yaitu saat
suara diberikan melalui Internet ke server pusat penghitungan. Suara dapat
diberikan baik melalui komputer umum atau bilik pemungutan suara di TPS
atau—yang lebih umum—dari komputer mana pun yang terkoneksi Internet yang dapat
diakses pemilih. Istilah umum mesin pemungutan suara (VM) sering digunakan
untuk merujuk ke sistem DRE dan PCOS begitu pula dengan kios pemungutan suara
untuk pemilihan melalui Internet.
Istilah umum mesin pemungutan suara (VM voice
machine ) sering digunakan untuk merujuk ke sistem DRE dan Print Count Optic
Scan / PCOS begitu pula dengan kios pemungutan suara untuk pemilihan melalui
Internet.
E-voting di lingkungan yang terkontrol dan
tidak terkontrol E-voting dapat dilaksanakan baik dalam lingkungan yang
terkontrol maupun tidak. E-voting di lingkungan yang terkontrol terjadi ketika
pemberian suara yang berlokasi di TPS, kios pemungutan suara atau tempat
lainnya berada di bawah pengawasan petugas yang ditunjuk oleh Badan
Penyelenggara Pemilu. Dengan demikian, penyelenggara pemilu dapat mengontrol
teknologi pemilihan dengan leluasa, begitu pula prosedur dan ketentuan bagi
pemilih dalam memberikan suara mereka. E-voting di lingkungan yang terkontrol
dapat dilihat sebagai bentuk persamaan elektronik dari pemilihan tradisional
dengan kertas di TPS, kedutaan besar dan sebagainya. E-voting di lingkungan tak
terkontrol terjadi tanpa pengawasan sedikit pun dan dari perangkat pemberian
suara yang tak dapat dikontrol oleh penyelenggara pemilu. Hal ini bisa terjadi
dari rumah, pada komputer pribadi pemilih atau bisa di mana saja dari perangkat
bergerak atau di tempat umum. Dengan pemungutan suara di lingkungan tak terkontrol
, kekhawatiran mengenai kerahasiaan suara, pemilihan oleh keluarga, intimidasi,
pembelian suara, hilangnya ritual saat hari pemilu, dampak kesenjangan digital
dan pemisahan identitas pemilih serta surat suara secara teknis, begitu pula
dengan integritas teknis dari perangkat yang digunakan pemilih untuk memberikan
suaranya, semuanya membutuhkan pertimbangan khusus. Bentuk terkini dari
pemilihan melalui Internet belum dapat memberikan solusi definitif terhadap
kekhawatiran tersebut. E-voting di lingkungan tak terkendali dapat dilihat
sebagai bentuk persamaan elektronik dari pemilihan melalui pos atau tidak
memberikan suaranya/abstain.
BAB-4
IMPLEMENTASI
E-voting Sebagai Jalur Satu-Satunya atau
Alternatif
E-voting dapat
diperkenalkan sebagai jalur pemungutan suara satu-satunya yang tersedia bagi
para pemilih atau dapat ditawarkan sebagai pilihan tambahan untuk memilih dan
pemilih dapat memilih jalur yang disukai. Pemilihan melalui Internet umumnya
diperkenalkan sebagai jalur alternatif sementara mesin pemungutan suara
kebanyakan diperkenalkan sebagai satu-satunya jalur pemilihan yang tersedia
bagi para pemilih di TPS
E-voting Dengan atau Tanpa Bukti Fisik
Terpisah Dari Suara Yang Diberikan
Banyak sistem
e-voting saat ini di lingkungan yang terkontrol menghasilkan bukti fisik dari
suara yang diberikan dalam bentuk kertas tanda terima bagi para pemilih (sering
dirujuk sebagai Voter Verified Paper Audit Trail / VVPAT). Para pemilih dapat
memverifikasi suara mereka pada kertas tanda terima dan mengirimkannya ke kotak
suara. Dengan menghitung ulang kertas tanda terima secara manual, hasilnya
ditampilkan melalui sistem pemungutan suara yang dapat diverifikasi secara
terpisah Hasil keseluruhan pemilu dapat diverifikasi dengan penghitungan ulang
kertas tanda terima secara manual yang sudah dirancang dengan baik dari sampel
acak TPS.
Sistem e-voting
di lingkungan tak terkontrol umumnya tidak menghasilkan bukti fisik karena
dapat digunakan untuk jual beli suara. Sebagai tambahan, mengingat pemilih akan
menyimpan tanda terimanya, namun penghitungan secara manual tidak dimungkinkan,
maka pemberian tanda terima tersebut sia-sia. Namun demikian, beberapa sistem
pemilihan melalui Internet menggunakan sistem kode pengembalian yang
memungkinkan para pemilih untuk memverifikasi bahwa suara mereka telah diterima
dengan utuh oleh mesin penghitung. Jika sistem e-voting tidak menghasilkan bukti
fisik dari suara yang diberikan, maka verifikasi langsung tidak dimungkinkan. Hasil
yang dibuat oleh sistem seperti itu hanya dapat diverifikasi secara tidak
langsung. Verifikasi tidak langsung semata mata bergantung pada proses
sertifikasi yang tegas atas standar yang telah disepakati berikut prosedur
keamanan yang ketat yang mencegah semua pelanggaran atas integritas sistem
pemilihan. Dalam keadaan ini, mungkin sulit menyampaikan ketergantungan dan
kepercayaan dari sistem e-voting dengan cara yang transparan bagi masyarakat
yang kritis atau awam. Hal ini bisa menjadi tantangan yang tidak dapat diatasi
dalam konteks ketika Penyelenggara Pemilu tidak mendapatkan kepercayaan penuh
dari para pemangku kepentingan pemilu.
Tipologi sistem
e-voting dalam pembahasan keuntungan dan kerugian ragam sistem e-voting,
penting untuk membedakan beberapa tipologi yang tumpang tindih dari sistem.
Semua tipologi memiliki beragam kelebihan dan kelemahan, baik ketika
dibandingkan satu dengan lainnya dan ketika dibandingkan dengan pemilihan
tradisional menggunakan kertas. Tidak ada
yang namanya sistem pemilihan elektronik sempurna dan sistem yang tersedia
terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang terus berjalan. Oleh
karena itu, penting untuk memilih sistem yang tepat untuk konteks yang sesuai
dengan menimbang secara cermat keuntungan dan kerugian semua pilihan.
BAB-5
KESIMPULAN
Manfaat e-voting
yang dibahas pada bab sebelumnya merupakan beberapa alasan mengapa Penyelenggara
Pemilu mempertimbangkan pengenalan teknologi ini. Pertimbangan seperti pengolahan hasil yang lebih cepat, pencegahan
kecurangan dan penyediaan layanan yang lebih baik bagi para pemilih sering kali
menjadi prioritas utama. Satu motivasi yang jamak terhadap pengenalan
e-voting yaitu mendemonstrasikan kemampuan teknis satu negara atau para
pemangku kepentingan. Amat sering terjadi, bahwa pilihan tersebut diyakini
dapat menunjukkan pada dunia mengenai tingkat pembangunan internal yang telah
dicapai oleh satu negara. Untuk menghindari jatuh ke dalam jebakan determinisme
teknologi 4.0 seharusnya ini bukanlah alasan utama untuk mengejar strategi
pemilihan elektronik.
Apa pun harapannya
pasti para Penyelenggara Pemilu harus selalu bertujuan untuk mencapai beberapa
tujuan umum:
1. Manfaat dari solusi e-voting yang dipilih
harus lebih besar dari kelemahannya, bukan hanya saat dibandingkan dengan
sistem pemilihan elektronik lainnya, tetapi juga ketika dibandingkan dengan pemilihan
melalui kertas.
2. Segala biaya tambahan yang timbul karena
e-voting harus dijustifikasi oleh manfaat yang dapat diharapkan dari solusi.
3. Bahkan jika keterlibatan vendor besar
diperlukan, Penyelenggara Pemilu harus memiliki atau membangun kapasitas untuk
menguasai seluruh kendali sistem e-voting dan sumber daya yang memadai harus
tersedia untuk Penyelenggara Pemilu , bukan hanya saat pengenalan awal tetapi
juga untuk operasional sistem e-voting jangka panjang dalam rangka menghindari
ketergantungan sepenuhnya pada entitas eksternal.
4. Sistem e-voting yang baru tidak hanya membantu
penyelenggara pemilihan, tetapi juga harus menjadi layanan bagi rakyat. Harus
mempermudah para pemilih untuk memberikan suaranya atau sedikitnya tidak
membuat kesulitan lebih besar dibandingkan dengan prosedur sebelumnya.
5. Akhirnya masyarakat umum, begitu pula para
pemangku kepentingan utama pada proses pemilu, harus memercayai solusi
pemungutan suara dan yakin akan pilihannya. Kepercayaan mereka pada sistem
e-voting harus dibangun pada solusi yang dipahami dengan baik dan dapat
diimplementasikan dibandingkan dengan ketidaktahuan para pemangku kepentingan
utama.
6. Membangun kepercayaan adalah menjadi tujuan
paling kritis dan mencakup semua tujuan.
Kelebihan e-Voting :
1.
Penghitungan dan tabulasi suara lebih cepat.
2.
Hasil lebih akurat karena kesalahan manusia
diminimalkan.
3.
Penanganan yang efisien dari formula sistem
pemilu yang rumit yang memerlukan prosedur perhitungan yang melelahkan.
4.
Menyederhanakan tampilan surat suara yang rumit.
5.
Meningkatkan kenyamanan bagi para pemilih.
6.
Berpotensi meningkatkan partisipasi dan jumlah
suara, khususnya pemilihan melalui Internet. Lebih selaras dengan kebutuhan
masyarakat yang mobilitasnya semakin meningkat.
7.
Pencegahan kecurangan di TPS dan selama
pengiriman dan tabulasi hasil dengan mengurangi campur tangan manusia.
8.
Meningkatkan aksesibilitas, contohnya memakai
surat suara audio untuk pemilih tuna rungu dengan pemilihan melalui Internet,
begitu pula pada pemilih yang tinggal di rumah dan yang tinggal di luar negeri.
9.
Kemungkinan menggunakan layar multibahasa yang
dapat melayani para pemilih multibahasa dengan lebih baik dibandingkan surat
suara.
10.
Pengurangan surat suara yang rusak karena sistem
pemilihan dapat memperingatkan para pemilih tentang suara yang tidak sah
(walaupun pertimbangannya harus diberikan untuk memastikan bahwa para pemilih
bisa tidak memberikan suaranya yang tidak sah )
11.
Berpotensi menghemat biaya dalam jangka panjang
melalui penghematan waktu pekerja pemungutan suara dan mengurangi biaya untuk
produksi dan distribusi surat suara.
12.
Penghematan biaya melalui pemilihan dengan
Internet: jangkauan global dengan pengeluaran logistik yang sangat sedikit.
Tidak ada biaya pengiriman, tidak ada keterlambatan saat pengiriman materi dan
menerimanya kembali.
13. Jika
dibandingkan dengan pemilihan melalui pos, maka pemilihan melalui Internet
dapat mengurangi insiden penjualan suara dan pemilihan oleh keluarga dengan
memperbolehkan pemilihan beberapa kali namun hanya suara terakhir yang dihitung
dan mencegah manipulasi dengan memberikan tenggat waktu bagi surat masuk,
melalui kontrol langsung saat pemungutan suara.
14. Kemungkinan
menggunakan layar multibahasa yang dapat melayani para pemilih multibahasa
dengan lebih baik dibandingkan surat suara.
Kelemahan e-Voting :
1.
Terbatasnya keterbukaan dan pemahaman sistem
bagi yang bukan ahlinya.
2.
Kurangnya standar yang disepakati untuk sistem
e-voting.
3.
Memerlukan sertifikasi sistem, tapi standar
sertifikasi tidak disepakati secara luas.
4.
Berpotensi melanggar kerahasiaan pemilihan,
khususnya dalam sistem yang melakukan autentikasi pemilih maupun suara yang
diberikan.
5.
Risiko manipulasi oleh orang dalam dengan akses
istimewa ke sistem atau oleh peretas dari luar. Kemungkinan kecurangan dengan
manipulasi besar-besaran oleh sekelompok kecil orang dalam. Meningkatnya biaya
baik pembelian maupun sistem pemeliharaan e-voting.
6.
Meningkatnya persyaratan infrastruktur dan
lingkungan, contohnya, berkaitan dengan pasokan listrik, teknologi komunikasi,
suhu, kelembaban dan sumber daya manusia ahli.
7.
Meningkatnya persyaratan keamanan untuk
melindungi sistem pemberian suara selama dan antara pemilu ke pemilu
selanjutnya termasuk selama pengangkutan, penyimpanan dan pemeliharaan.
8.
Kurangnya tingkat kendali oleh penyelenggara
pemilihan karena tingginya ketergantungan terhadap vendor dan/atau teknologi.
9.
Kemungkinan penghitungan ulang terbatas.
10.
Kebutuhan untuk kampanye tambahan bagi
pendidikan pemilih.
11.
Berpotensi konflik dengan kerangka hukum yang
ada.
12.
Berpotensi kurangnya kepercayaan publik pada
pemilihan berdasarkan e-voting sebagai hasil dari kelemahan kelemahan diatas.
Sumber Data :
1. https://dukcapil.kemendagri.go.id
2. Adminduk
Dukcapil Kemendagri
3. International
IDEA

