![]() |
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi. : Foto Istimewa |
Jakarta, WartaGlobal.Id – Desakan internasional agar Indonesia membuka penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM dalam serangkaian demonstrasi yang berujung bentrok berdarah, kini menjadi sorotan tajam. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR) meminta pemerintah Indonesia segera melakukan investigasi menyeluruh dan transparan, menyusul jatuhnya korban jiwa di sejumlah daerah.
Gelombang demonstrasi menolak gaji dan tunjangan DPR RI dalam sepekan terakhir menjalar dari Jakarta hingga Papua. Namun alih-alih berjalan damai, benturan antara aparat dengan massa justru menorehkan luka. Data terbaru Komnas HAM menyebut, sejak 25 hingga 31 Agustus 2025, sedikitnya 10 orang tewas. Korban berasal dari Jakarta, Tangerang, Solo, Yogyakarta, Makassar, hingga Manokwari, Papua. Ratusan lainnya dilaporkan luka-luka.
Salah satu insiden yang memicu kemarahan publik adalah tewasnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online. Affan dilaporkan meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis Brimob saat kericuhan pecah pada 28 Agustus lalu. Kasus ini menjadi simbol kerasnya benturan di lapangan, sekaligus menimbulkan pertanyaan mengenai standar prosedur pengendalian massa yang diterapkan aparat.
OHCHR dalam pernyataan resminya menegaskan, Indonesia terikat kewajiban menghormati hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi. “Kami menyerukan investigasi yang cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan,” ujar juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, dalam video resmi yang dirilis Senin (1/9) malam.

Menyikapi desakan tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan pemerintah tidak tinggal diam. Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan agar tindakan aparat yang tidak terukur diperiksa tanpa pandang bulu. “Presiden kan memang sudah mengarahkan, kalau tindakan-tindakan yang melampaui kewenangan itu harus diperiksa. Kan memang sudah ada perintahnya,” ujar Hasan saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (2/9).
Hasan menambahkan, instruksi itu saat ini tengah dijalankan oleh kepolisian. Pemeriksaan internal dilakukan terhadap aparat yang diduga melakukan tindakan berlebihan. Ia menolak anggapan bahwa pemerintah baru bergerak setelah adanya tekanan dari PBB. “Tanpa desakan PBB pun pemerintah sudah memberikan atensi atas hal ini,” tegasnya.
Namun, pernyataan tersebut belum meredam kritik publik. Lembaga swadaya masyarakat dan para pegiat HAM menilai investigasi harus dilakukan secara independen, bukan hanya sebatas pemeriksaan internal kepolisian. Mereka mendesak dibentuknya tim pencari fakta gabungan agar penyelidikan tak kehilangan legitimasi di mata masyarakat maupun dunia internasional.
Isu ini pun diperkirakan akan terus menjadi sorotan, terutama jika pemerintah dianggap lamban atau tidak transparan. Apalagi, tragedi yang menelan korban jiwa sipil selalu menimbulkan luka panjang bagi demokrasi dan kredibilitas negara hukum.
“Kalau pemerintah serius, seharusnya tidak cukup hanya mengandalkan investigasi internal. Dunia sedang memperhatikan, dan rakyat butuh bukti nyata bahwa keadilan ditegakkan,” ujar Shamdasani menutup pernyataannya.
Redaksi