
Jakarta, WartaGlobal.Id – Presiden RI Prabowo Subianto dikabarkan memerintahkan sejumlah menterinya untuk segera menuntaskan persoalan utang jumbo proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) atau Whoosh, yang nilainya mencapai sekitar Rp116 triliun. Instruksi itu disampaikan dalam rapat terbatas di Istana Negara, Rabu (9/10/2025), yang dihadiri sejumlah pejabat ekonomi strategis.
Dalam rapat tersebut, Presiden Prabowo meminta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, serta CEO Danantara Rosan Roeslani untuk menghitung ulang secara detail skema pembiayaan proyek dan mencari opsi terbaik penyelesaian utang.
“Ya, kemarin dibahas. Pak Airlangga, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, dan CEO Danantara diminta untuk menghitung lagi detailnya. Termasuk kemungkinan perpanjangan masa pinjaman sebagai bagian dari skenario terbaik,” ujar Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, di sela kegiatan di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Menurut Prasetyo, pemerintah tengah menyiapkan skema penyelesaian yang realistis tanpa menambah beban fiskal negara. Ia menyebut pembahasan itu mencakup berbagai alternatif, termasuk peluang negosiasi ulang dengan pihak kreditur untuk memperpanjang tenor pembayaran utang.
“Pemerintah sedang mencari skema terbaik, termasuk perhitungan-perhitungan angka, dan kemungkinan untuk meminta kelonggaran dari sisi waktu pembayaran,” tegas Prasetyo.
Lebih jauh, Prasetyo menekankan bahwa tanggung jawab penyediaan transportasi publik tak hanya bertumpu pada proyek kereta cepat, tetapi juga pada sektor transportasi lainnya.
“Tidak hanya Whoosh, ya. Mulai dari kereta reguler, transportasi bus hingga kapal, semuanya sedang kita perbaiki agar layanan publik makin baik,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggung utang KCIC. Menurutnya, utang proyek kereta cepat merupakan tanggung jawab badan usaha milik negara (BUMN) yang terlibat langsung di dalamnya.

“Kalau sudah dibuat Danantara, mereka sudah punya manajemen dan dividen sendiri. Rata-rata setahun bisa mencapai Rp80 triliun atau lebih, harusnya mereka manage dari situ. Jangan ke kita lagi,” kata Purbaya dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Purbaya juga menegaskan bahwa sejak pembentukan superholding Danantara, seluruh dividen BUMN sudah menjadi milik entitas tersebut dan tidak lagi tercatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dengan demikian, tanggung jawab pengelolaan utang maupun pembiayaan proyek besar seperti Whoosh berada sepenuhnya di tangan Danantara.
“Kalau pemerintah tegas tidak menambah beban APBN, maka Danantara dan BUMN transportasi harus kreatif mencari jalan keluar. Jangan sampai proyek prestisius ini berubah menjadi beban ekonomi jangka panjang,” ujar seorang analis kebijakan publik menutup komentarnya untuk WartaGlobal.Id.
Red/*