Aceh, WartaGlobal.id - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengambil langkah tidak lazim dalam penanganan bencana banjir bandang dan longsor di Aceh. Sejak minggu pertama bencana, Presiden mengerahkan helikopter pribadinya untuk membantu Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) memantau langsung kondisi wilayah terdampak, khususnya daerah-daerah yang terisolasi dan sulit dijangkau jalur darat.
Helikopter tersebut dapat digunakan oleh Gubernur Aceh bersama timnya, bahkan keluarga inti, guna menjangkau berbagai titik kritis di seluruh Aceh. Langkah ini diklaim sebagai bagian dari upaya percepatan pengambilan keputusan di lapangan, di tengah keterbatasan akses akibat rusaknya infrastruktur pascabencana.
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya menegaskan, keterlibatan Presiden sejak awal menunjukkan keseriusan pemerintah pusat. Menurutnya, helikopter pribadi Presiden hanyalah satu bagian dari total 53 armada udara gabungan TNI, Polri, Basarnas, BNPB, serta pihak swasta yang dikerahkan sejak fase awal tanggap darurat.
Bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tercatat sebagai salah satu yang terparah dalam satu dekade terakhir. Data hingga 26 Desember 2025 mencatat 1.137 korban meninggal dunia di 52 kabupaten terdampak. Aceh menjadi wilayah dengan dampak terberat, mencatat lebih dari 553 ribu kepala keluarga atau sekitar 2,1 juta jiwa terdampak, 513 orang meninggal dunia, 31 orang masih hilang, serta ribuan lainnya luka-luka.
Kerusakan infrastruktur berskala besar turut memperparah situasi. Sebanyak 78 ruas jalan nasional terdampak, meski kini 72 di antaranya telah kembali tersambung. Dari 12 jembatan besar dengan bentang lebih dari 50 meter, seluruhnya telah diperbaiki, termasuk jembatan sepanjang 180 meter di Kabupaten Bireuen yang sempat terputus total.
Pemerintah mengklaim penanganan telah memasuki fase transisi darurat. Fokus diarahkan pada pembersihan fasilitas umum, pemulihan layanan dasar, distribusi logistik, penyediaan air bersih melalui perbaikan pipa dan pembangunan 48 unit sumur dangkal, serta pencarian korban yang masih hilang.
Meski demikian, sejumlah pihak menilai kehadiran simbolik negara harus diikuti pengawasan ketat agar bantuan tepat sasaran dan tidak berhenti pada pencitraan. Aceh, dengan luka sejarah bencana yang panjang, kembali menuntut negara hadir bukan hanya dari udara, tetapi juga memastikan pemulihan jangka panjang yang adil dan transparan.
“Helikopter memang membantu percepatan, tapi yang paling penting adalah konsistensi negara memastikan rakyat di pelosok benar-benar pulih, bukan sekadar didatangi,” ujar Muzakir Manaf, Gubernur Aceh. (Canga)/*